Sabtu, 10 Desember 2011

10 Desember 2011 Q kenang Semuanya

Ujian Datang lagi… selamat tinggal Laptop. Selamat tinggal HP… untuk sementara hilang dari peredaran… berjuang mendapatkan 10 besar… berat sih karena aku masuk di kelas unggulan 1… gilak… nggk kebayang… selama sekolah belum pernah sekalipun aku menyadari bahwa ini terjadi sekarang dan nyata pula… duduk diantara anak-anak yang pintar… aku aja masih berpikir keras… bener nih aku masuk di unggulan 1 ah nggak mungkin, ini hanya gosok ale-ale doang makanya aku dapat di kelas unggulan 1… mana mungkin seorang Fatimah astuti bisa masuk di unggulan 1… “*%#*&”
SEKOLAHKU OH SEKOLAHKU
Setelah berhasil menyelesaikan satu buku yang berjudul *tapi aku lupa apa judul bukunya*, yang dia bilang “bahkan guru yang baik aja dapat melahirkan anak-anak yang nggak baik, apa lagi guru yang nggak baik” tapi yah sudah lah lupakan aja semuanya. Aku sekolah di sebuah SMK yah bisa dibilang keren, bisa dibilang nggak… tapi tetep semuanya it’s the best, secara sekolah baru… tapi aku nyaman sekolah disana, nyaman banget malahan.
Semua teman-teman terkadang ngeluh dengan keadaan sekolah yang serba-serba kekurangan, jalan nggak di Pavling, kalau ujan becek, dan nggak banget untuk pergi kekantin. Sekolah berbukit-bukit. Kalau boleh dibilang sekolahku itu sekolah pinggiran, bener-bener pinggiran. Nggak kebayang pokoknya…. Siapa sih yang mau sekolah di tempat ini? Banyak, orang nggak kenal sama sekolahku, tapi banyak juga yang minat, wow TKJ dan MM siapa yang nggak kenal dengan kedua jurusan itu, kalau bisa hebat di jurusan itu, hidup mungkin bisa terjamin.
Pengalaman lucu, buruk dan selalu aku kenang… yaitu pada tanggal 25 November 2011, ingatkan itu hari apa, yap itu hari PGRI, persatuan guru Republik Indonesia. Yang jatuh pada hari jum’at kebetulan musim hujan sedang melanda di daerah ini. Ehm, sekolah dengan tanah boksid dan berwarna merah semua tak memungkinkan kami untuk tetap upacara… tapi demi memperingati hari bersejarah itu, kami membuka semua sepatu kami, alhasil aku dan teman-teman lain tidak menggunakan sepatu … pengalaman paling asyik paling keren dan paling nggak kebayang.

Setelah Upacara, semua pada berhamburan masuk WC, saking banyaknya siswa yang membutuhkan air, aku dan satu orang temanku *yang tidak boleh disebutkan.. ya elah Lebay amat* tidak mendapatkan air untuk mencuci kaki kami, terpaksa deh … mau beli air mineral Gelas untuk mencuci kaki kami, tapi otak aku berputar lebih cepat dari temenku, aku melihat ada genangan air di parit, nggak kebayangkan kami cuci kaki pake air parit, tapi itulah sebenarnya yang terjadi. Ets jangan iuh…iuh dulu, sebenernya air itu air genangan hujan, sama ajakan air bersih…
“Itukan air pembuangan dari WC kepala sekolah” ucap seseorang dari dalam kelas. Tapi bodo amat, dari pada nggak bisa cuci kaki. Itu lah pengalaman yang paling berharga yang pernah aku dapatkan. Yang bisa aku rasakan … ketika para guruku orang tuaku, pemimpinku semuanya sekolah dengan ceker ayam *nggak pake sepatu apalagi sandal* #perbaikan Nggak pake sandal apalagi sepatu# dan itulah yang terjadi pada kami, nggak cukup PD pastinya, tapi enjoy. Karena tak hanya kami saja, guru-guru juga buka sepatu. Karena secara kebetulan guru-guru lah yang bertugas menjadi petuga upacaranya.
Maju beberapa minggu tanggal 7 Desember 2011 masih di tahun yang sama pastinya, aku menempatkan posisi yang nggak bisa di bayangin. Antara Malu, Sedih, dan semuannya campur aduk, tapi aku masih bisa kasih senyum paling manis yang aku punya.  hari itu hujan lebat banget, pas pelajaran terakhir… secara kebetulan nggak tahu angin membawa pergi jauh hujan lebat itu, setelah Bel sekolah Pulang. Sementara aku dan teman-teman kelas tiga yang lainnya masih harus menghadapai Trobosan…
Siang-siang perut laper, apa lagi kebiasaan ku nggak suka makan pagi… so dari pada magh ku kambuh, aku pergi kekantin, saat itu keadaan emang nggak seharusnya untuk turun kekantin. Becek, lumpur, lengket-lengket di sepatu… itu masih lumayan nggak tragis dan nggak menyedihkan. Sampai di kantin BYuar….. hujan turun selebat-lebatnya, tanpa petir ataupun Guntur…. Selesai makan, gimana mau pulang kekelas,… aku nekat pergi….
Dan disinilah hal yang paling memalukan terjadi, secara ketidak sengajaan aku menginjak lumpur yang lumayan dalam… bluk..bluk…bluk… sepatu ku tidak dapat di selamatkan lagi, dan mencebur dengan senang hati… aku mencari kesana kemari *kayak alamat palsu* hasilnya nihil nggak sama sekali, udah hujan lebat… aku bisa basah semua jadi aku putuskan untuk benar-benar aku buang sepatu sebelahnya… nyeker akhirnya. Pasang muka tebal setiap ketemu sama guru atau siapapun, malu banget, tapi nggak nangis… mungkin emang harus ganti sepatu baru,….
Hari itu aku benar-benar ngerasain gimana rasanya jadi orang yang nggak pake sepatu di sekolah…

So…. Sekolahku oh sekolah ku, meski nya begitu, dia menyimpan banyak ILMU, moral, pengetahuan, akhlak, disiplin dan banyak hal yang lainnya…. Sekolahku termaksud sekolah paling taat peraturan, yah meski banyak juga anak-anak yang melanggar, tapi sanksi dan poinnya benar-benar di terapkan…

Kalau ada seribu jempol, seribu jempol itu aku kasih untuk sekolahku, dan semua guru-gurunya,,,,

Sabtu, 03 Desember 2011

Ibu.....

memasuki bulan Desember, aku pun teringat kalau sebentar lagi bakal memperingati hari ibu, tapi aku juga slalu berfikir, kenapa ada hari ibu? dan kenapa tidak ada hari ayah? semuanya mesti ada donk, karena peran ayah juga sangat hebat di keluarga...
mungkin karena ibu, jauh lebih berperan sebagai orang yang pernah melahirkan kita...
tapi keduanya tetap penting bagiku, enatah itu ibu maupun ayah... mereka adalah sumber motivasiku, sumber kekuatanku, sumber segalanya bagiku...
terimakasih ku dengan tulus untuk kalian... aku akan tetap jadi anak yang baik buat kalian, membagakan kalian...

Ini untuk mu IBU ku tercinta




Ibu...
adalah wanita yang telah melahirkanku
merawatku
membesarkanku
mendidikku
hingga diriku telah dewasa

Ibu...
adalah wanita yang selalu siaga tatkala aku dalam buaian
tatkala kaki-kakiku belum kuat untuk berdiri
tatkala perutku terasa lapar dan haus
tatkala kuterbangun di waktu pagi, siang dan malam

Ibu...
adalah wanita yang penuh perhatian
bila aku sakit
bila aku terjatuh
bila aku menangis
bila aku kesepian

Ibu...
telah kupandang wajahmu diwaktu tidur
terdapat sinar yang penuh dengan keridhoan
terdapat sinar yang penuh dengan kesabaran
terdapat sinar yang penuh dengan kasih dan sayang
terdapat sinar kelelahan karena aku

Aku yang selalu merepotkanmu
aku yang selalu menyita perhatianmu
aku yang telah menghabiskan air susumu
aku yang selalu menyusahkanmu hingga muncul tangismu

Ibu...
engkau menangis karena aku
engkau sedih karena aku
engkau menderita karena aku
engkau kurus karena aku
engkau korbankan segalanya untuk aku

Ibu...
jasamu tiada terbalas
jasamu tiada terbeli
jasamu tiada akhir
jasamu tiada tara
jasamu terlukis indah di dalam surga

Ibu...
hanya do'a yang bisa kupersembahkan untukmu
karena jasamu
tiada terbalas

Hanya tangisku sebagai saksi
atas rasa cintaku padamu

Ibu..., I LOVE YOU SO MUCH
juga kepada Ayah...!!!

Senin, 07 November 2011

No Love For BILLY

23 Maret 1994, lahir dua orang anak kembar laki-laki bernama Willy dan Billy. Yang lahir terlebih dahulu adalah Willy selang beberapa menit kemudian Billy-pun lahir, Ayah mereka terkejut dengan kelahiran anaknya yang kembar. Memang sebelum Willy dan Billy telah lahir kedua Kakak mereka yang bernama Randy dan Rendy. Sedangkan anak pertamanya adalah Restu yang sama sekali tidak mempunnyai kembaran. Ketika Billy telah lahir, beberapa menit kemudian Ibu mereka menutup mata untuk selamanya, seketika itu Ayah mereka tidak menerima kehadiran Billy.

“tidak mungkin dok istri saya meninggal!” ucap Ayah anak kembar itu kepada Dokter yang membantu kelahiran anak-anaknya.

“tapi emang itu kenyataan pahitnya pak! Setelah melahirkan bayi yang kedua, kemungkinan besar si ibu sudah kehabisan oksigen dan sangat kelelahan pak!” ucap Dokter dengan nada yang sangat hati-hati takut membuat Ayah anak kembar itu semakin terpuruk.

“ini Pak Bayinya silakan anda mengazankan anak anda!” ucap seorang suster dengan menggendong Willy dan dibantu oleh seorang suster lagi untuk menggendong Billy. Dengan perasaan senang juga bercampur sedih Ayah mereka mengazankan kedua anaknya, namun ketika dia mengazankan Billy tampak raut tidak menyenangkan di paras wajah Ayah lima anak, padahal istrinya hanya melahirkan tiga kali saja.

“nggak mungkin mama nggak mungkin meninggal?” ucap Restu dengan berlinangan air mata yang sangat menyakitkan hatinya. “ma jangan tinggalin Restu!”

“kak Restu kenapa, Mama kenapa kak?” tanya Randy pada Kakaknya. Saat itu umur Restu menginjak usia delapan tahun, sedangkan kedua adik kembarnya menginjakkan umur empat tahun, dimana belum sama sekali mengenal apapun.

“Mama Bobo dek!” ucap Restu sambil memeluk kedua adiknya yang masih sangat kecil itu, Restu mengajak adiknya pulang kerumah. Dia tahu adiknya untuk sementara ini tidak boleh tahu kalau Ibu mereka sudah tidak ada lagi untuk selamanya, dia akan terus tidur panjang.



Tujuh tahun beralalu begitu cepat rasanya, Willy dan Billy meninggalkan usia kanak-kanak mereka, kini mereka masuk di sebuah Sekolah dasar. Atas perawatan dari seorang pembantu Billy menjadi seorang anak yang pintar, namun sayang karena kekurangan kasih sayang. Billy tumbuh menjadi anak yang nakal dan tidak bisa di atur, sejak umur tujuh tahun baru dia tahu kalau dia benar-benar tidak di harapkan. Disekolah dia selalu di hina dan diejek. Sedangkan saat itu dia satu kelas dengan Willy selama enam tahun. Di kelas Willy selalu menjadi pujaan setiap orang Willy bagai pangeran di mata semua orang.

“ nek Billy tinggal di sini aja yah?” tanya Billy, sambil memohon dengan Neneknya yang sekarang tinggal bersama adik Ayah Billy, yang bernama Om Dody.

“Nanti Papa mu marah, sebaiknya kamu tetap tinggal sama dia!” ucap Nenek menjawab penuh dengan kasih sayang.

“Tapi, Billy nggak pernah di perhatiin! Billy beda sama Willy!” ucap Billy sambil memasang muka memelas pada Neneknya. “lagian kalau ulantahun, Billy nggak pernah diajakin pesta! Setiap tiup Lilin yang di panggil Cuma Willy aja!”

“perasaan kamu aja kali?” tanya Nenek memastikan bahwa cucuk bungsunya tidak akan cemburu dengan Willy beberapa menit lebih tua dari pada Billy.

“kenapa sih, setiap orang dirumah ini selalu saja begini!” Billy pergi meninggalkan Neneknya yang selalu mencari-cari alasan untuk dapat menutupi semua apa yang terjadi padanya.

Seiring berjalannya waktu ketika Willy dan Billy beranjak menuju Jenjang remaja, ketika Billy benar-benar berbeda dikeluarga itu. Billy berasa tidak dianggap, setiap makan malam bersama Papanya dia yang hanya duduk diam dan tidak mau mengeluarkan sepatah katapun diatas meja makan, setelah selesai makan dia langsung pergi menjauh dari semua saudara-saudaranya. Tapi itu tidak menjadi masalah bagi Ayahnya, tidak ada kata apapun yang keluar dari mulut Ayahnya.

“kenapa dengan Papa, kok dari kecil aku berasa tidak pernah dianggap sama sekali!” batin Billy ketika dia duduk di bangku taman dengan wajah yang bingung dan sedikit terlihat mengingat-ingat masa lalunya yang ia lewati tanpa ada kenangan terindah. Tiba-tiba seorang pembantu paruh baya yang memang dari kecil merawatnya dan memang dari kecil main bersama dengan Billy datang menghampiri anak itu.

“den kenapa?” tanya sang pembantu sambil duduk di sebelah majikannya.

“aku sedang bingung dengan nasibku!” ucap Billy sambil terus merenung dengan tidak menatap raut wajah pembantunya sama sekali.

“kenapa atuh, dengan nasibnya den?” ternyata pembantunya tidak sama sekali mengerti dengan ucapan Billy.

“kenapa aku begini bi? Kenapa aku nggak pernah dianggap ada disini?” ucap Billy, sang Bibi terkejut dengan pertanyaan dari Billy “jawab bi, jangan diam saja! Kenapa?” desak Billy lagi.

“Bibik nggak tahu!” ucap Bibi dengan tampang sedikit ketakutan.

“bik, aku ini bukan anak kecil lagi aku ini udah enam belas tahun bik!” ucap Billy dengan tampang yang melotot pada Bibi.

“waktu den lahir! Nyonya meninggal dan mulai saat itulah den mulai tidak lagi di perhatikan!” ucap Bibi menceritakan semua kejadian Enam belas tahun silam yang tak pernah dilupakan oleh siapapun. ‘tapi ini tidak adil, Mama meninggal bukan aku penyebabnya’ ucap Billy dalam hati.

Sampai akhirnya Billy masuk sekolah menengah memutuskan untuk beda jurusan namun dalam naungan satu yayasan, Willy masuk di SMA dengan jurusan IPA sedangkan Billy masuk di SMK dengan jurusan Teknik Informatika. Berharap tidak akan saingan lagi, dan tidak akan memperebutkan kursi kerajaan yaitu juara umum, karena memang keduanya Pintar. Willy emang sedikit cerewet dan manja, sedangkan Billy dia pendiam, nakal dan tidak cengeng.

“Bil, jadi ikut kemping tidak?” tanya Carlo pada Billy.

“ tidak ah, rasanya aku tidak semangat untuk mengikuti kemping itu!” ucap Billy yang terlihat lemas hari ini.

“Bill ayo lah, ikut! Pasti seru deh kalau ada kamu” ucap Amar yang duduk tepat disebelah Billy sambil merangkul pundak Billy.

“gimana ya? Aku memang lagi tidak bergairah untuk ikutan kemping kapan-kapan aja deh aku ikutnya!” ucap Billy sambil pergi meninggalkan teman-temannya.

“hem.... coba deh kamu pikirin lagi! Aku jamin pasti seru kok!” ucap Carlo sambil mengejar Billy.

“Iya bil, kan Cuma besok sama lusa doank!” ucap Amar mengikuti langkah kaki teman-temannya.

“sebenarnya pengen sih! Tapi aku udah buat janji nih sama orang!” ucap Billy beralasan.

“emang kamu buat janji sama Renata?” tanya Amar langsung menebak.

“nggak!” Bily menjawab dengan sedikit kata.

“kamu suka dengan Renata yang masuk jurusan perangkat lunak itukan?” tanya Carlo sambil menghentikan langkah kaki Billy.

“kalau iya memangnya kenapa?” tanya Billy sambil melanjutkan jaannya menuju kelasnya.

“kamu belum tau Bil? Kalau Willy juga suka sama Renata yang sama!” ucap Carlo, seketika Billy berhenti dan melotot kearah Carlo, lalu kembali berjalan. “kenapa tu anak?”

“mereketehek bin tempe!” ucap Amar pergi menjauh dari Carlo mendekat kearah Billy.

“jadi kamu mau gait Rena?” tanay Amar yang masih penasaran.

“jangan deh Bil, aku rasa kamu tidak akan bisa mendapatkan Rena secara saingan kamu itu Willy kembaran kamu! Mana dia ketos lagi” timpal Carlo yang berhasil menyetarakan jalannya dengan jalan kedua temannya.

“nggak perduli deh aku! Saingan ya saingan, mau dia tenar kek ataupun apa! Kita juga nggak taukan Renanya suka sama siapa?” tanya Billy tetep kekeh.

“iya yah, siapa tau aja tiba-tiba Rena-nya malah berpaling dengan gue!” ucap Amar sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“uh itu mah emang maunya kamu!”

Sore itu Billy dan kedua temannya, Carlo dan Amar. Sibuk mengerjakan tugas yang diberikan guru mereka untuk membuat sebuah website. Setiap kali Billy ingin pulang terlambat dia tidak pernah minta izin dengan keempat Kakaknya atau dengan Ayahnya. Toh bagi dia, dia sudah tidak dianggap dirumah itu kenapa dia harus meminta izin dengan semua orang yang berada dirumah itu.

“udah sore nih, aku mau pulang ah! Entar Ayahku mencari lagi!” ucap Amar sambil mengemasi barang-barangnya.

“ehm, ya sudah deh kita sambung Senin saja pembuatannya!” ucap Carlo.

“iya deh, oh iya jadikan kita ikutan Kemping besok?” tanya Amar memastikan rencana kemping sekolah akan diikuti dengan kedua temannya.

“ehm, aku tetep nggak ah!” ucap Billy masih sama dia tidak mau ikut.

“kalau begitu kita nggak usah ikut aja yuk mar! Lagian Minggu ada acara ulantahunnya Billy sama Willykan?” tanya Carlo dengan nada yang sedikit kencang.

“ya udah! Deal ya kita nggak pada ikutan” Amar setuju dengan usulan dari Carlo, Billy dan Amar pulang dari rumah Carlo. Mereka berpisah ketika sama-sama mendapatkan angkot untuk pulang, rumah Amar dan Billy beda arah sehingga membuat mereka pulang tidak sama-sama.

Sekitar pukul tujuh malam Billy baru pulang kerumah, karena rumah Carlo jauh dengan rumah Billy. Sehingga membuat Billy harus pulang lebih lama dari pada Amar. Sampainya dirumah, tepatnya diruang tamu sudah berada Ayah, Ketiga Kakaknya, Willy, serta Ibu tirinya yang dinikahi Ayahnya beberapa tahun lalu. Ketika Billy menginjakkan Kakinya kedalam rumah, Ayahnya lantas berdiri dan memasang muka yang paling menakutkan hari itu. Entah apa yang akan terjadi pada Billy, mungkin dia akan di marah habis-habisan dengan Ayahnya.

“dari mana saja kamu jam segini baru pulang? Masih pakai baju seragam lagi!” bentak sang Ayah ketika Billy benar-benar tepat didepannya, dilihat oleh keempat saudaranya seketika hanya Billy yang bersalah saat itu.

“apa peduli papa tentang diriku? Pernah papa menanyakan gimana keadaan ku gimana kehidupan ku!” ucap Billy sambil tertunduk lemas.

“kamu kalau orang tua ngomong menjawab saja!” ucap Ayahnya sambil berkacak pinggal dengan nada yang masih sama.

“bukannya aku menjawab! Tapi aku mempertanyakan apa yang papa akukan terhadapku sekarang ini” dengan nada yang cukup berani membuat Ayahnya terkejut dengan kelakuan Billy.

“kamu belajar dari mana bisa melawan papa?” tanya Ayahnya sambil menatap mana Billy tajam-tajam.

“belajar dari orang diluar rumah ini! Karena orang dirumah ini tidak pernah mengajarkan bagaimana bertindak menjadi seorang anak yang baik!” ucap Billy langsung meninggalkan keluarganya, dia bukan kekamar.

Dengan perasaan yang hancur Billy pergi kerumah Neneknya yang tidak jauh dari rumah Ayahnya, dalam hatinya terus saja memaki semua keluarganya memaki dirinya. Bahkan sempat terucap ‘ kenapa aku dilahirkan didunia ini kalau hanya untuk menjadi barang hinaan bahkan aku bagai tidak pernah hadir dikehidupan mereka”. Billy akhirnya terus menyalahkan dirinya karena telah lahir dan membuat Ibunya meninggal dunia, kalau saja dia tidak lahir mungkin Ibunya masih hidup sampai saat ini.

“kenapa lagi kamu dengan Papa mu?” tanya Nenek sambil mengecilkan volume TV.

“aku nggak kenapa-napa sama Papa, Cuma lagi kangen sama Nenek aja makanya aku ke rumah Nenek!” ucap Billy sambil duduk disebelah Neneknya.

“ah, kamu bilang aja jujur sama Nenek!” ucap Nenek sambil merangkul cucu bungsunya.

“nek, laper nih makan ya?” tanya Billy dengan manja.

“tungguin Om kamu dulu yah, sebentar lagi juga dia balik!” ucap Nenek sambil fokus pada televisi yang ditontonnya, Billy hanya mengangguk. Akhirnya Billy juga ikut menonten televisi yang ditonton oleh Neneknya, “mending kamu ganti baju aja sana!”

“aku nggak bawa baju nek!” ucap Billy sambil memakan cemilan yang ada diatas meja.

“baju yang minggu lalu kamu tinggalkan disinikan masih ada! Sebaiknya kamu pakai itu dulu, udah Nenek cuci kok!” ucap Neneknya.

“baik nek, aku akan mengganti pakaian ku!” ucap Billy beranjak dari duduknya dan berlahan meninggalkan Neneknya.

Malam minggu ini seluruh keluarga Ayah di undang untuk makan malam disebuah restoran mewah, tapi Billy memutuskan untuk tidak ikut. Mesti dia pergi bersam dengan Nenek dan Omnya, Billy hanya ingin dirumah malam ini. Bahkan Carlo dan Amar mengajaknya pergi dia tolak, dia tidak ingin membuat rencana apapun malam minggu ini.

“ayo lah Bil ikut dengan kita!” ucap Om Dody, sambil duduk di sebelah Billy yang asyik menonton TV.

“tanpa Billy acara itu tetap akan berjalan dengan lancar kok!” ucap Billy dengan mata yang masih fokus dengan tontonannya. Nenek dan Om Dody pergi, tanpa Billy tentunya. Acara malam ini ternyata merayakan ulantahun Willy yang jatuh pada hari minggu besok, sedangkan acara besok malam akan diadakan khusus untuk teman-teman Willy. Semua keluarga dating, tanpa terkecuali hanya saja tidak ada yang sama sekali mencari Billy.

“baru Dody sadar Mam kenapa Billy nggak mau ikut dengan kita!” ucap Dody berbisik kearah Ibunya.

“memangnya kenapa Dod?” tanya Ibunya balik bertanya.

“Billy nggak mau semakin kecewa dengan ini semua!” ucap Om Dody.

Acara ulantahun Billy hanya sederhana saja, hanya dia dan hatinya yang merayakan. Tak ada pesta istimewa atau kejadian yang istimewa hati itu. Semua seperti biasa tak ada yang terlihat menyelamatkan Billy atas hari ulantahunnya. Tapi tidak pada Willy hidupnya mewah, semua fasilitas disediakan untuknya. Billy masih beruntung ketimbang Willy sebenarnya, beberapa hari yang lalu Willy di fonis gagal ginjal oleh Dokter, setelah melakukan ronsen siang itu. Sekarang Willy memerlukan transfusi ginjal dari seseorang, semua keuarganya bersedia untuk turut ikut mendonorkan. Setelah selesai dicek oleh Dokter tak satu orangpun yang cocok dengan Willy.

“Randy, Rendy! Sebaiknya kalian temui Billy!” ucap Ayahnya sambil melihat keadaan Willy yang semakin melemah.

“Baik Pap!” Randy dan Rendy menemui Billy, setelah mereka menceritakan semuanya. Ternyata Billy menolak, hal itu yang membuat Randy marah dengan Billy. Ketika semua orang tahu kalau Billy tidak mau memberikan satu ginjalnya untuk Willy, teman-temannya satu persatu menjauh dari kehidupan Billy. ‘aku sudah terlanjur dibenci, hidupku sudah terlanjur berantakan kenapa aku harus membantu orang yang sudah menghancurkan kehidupan, dan mengambil semua milikku termaksud juga dengan Rena’ batin Billy.

“Bil kenapa bengong aja?” tanya Oka, teman Billy namun beda sekolah.

“ehm, Willy masuk rumah sakit, sekarang dia koma hanya aku katanya yang dapat menolong nya!” ucap Billy pada Oka dengan tampang yang menyedihkan.

“terus kenapa kamu masih disini?” tanya Oka sambil duduk disebelah temannya.

“aku hanya sedang berfikir, selama ini dia tidak memperlakukan aku secara baik!” ucap Billy sambil menyedot minumannya.

“lantas kau akan membalasnya dengan perlakuan tidak baik terhadapnya, semua orang mengharapkan kehadirannya! Perjuangkan hidupnya maka kau akan dicintainya!” ucap Oka menasehati temannya, Oka dan Billy emang sering nongkrong dan saling share meski umur Oka dua tahun lebih tua dari pada Billy.

“jadi aku harus menolongnya?” tanya Billy yang masih tidak mengerti.

“tolonglah selagi kau bisa menolongnya!” ucap Oka kemudian. Esok harinya secara diam-diam Billy pergi kerumah sakit dan meminta Dokter untuk memerikasanya, hari itu dia terpaksa alfa demi menolong Willy. Ternyata benar dugaan semua keluarganya bahwa hanya Billy yang dapat menolong Willy, ketika menyetujui bahwa Billy siap di operasi. Namun dengan merahasiakan siapa yang mendonorkan ginjalnya.

Operasi dilakukan malam itu juga, karena kondisi Willy yang semakin kronis. Operasi dilakukan selama empat jam dan ternyata berhasil, Willy dapat di selamatkan tetapi nasib Billy yang semakin kronis, Rino terbaring koma dan tidak ada satu keluargapun yang tau keadaannya. Sedangkan Kakak-kakaknya berfikir kalau Billy telah pergi dari rumah, hanya om Dody dan Neneknya yang tahu bahwa yang mendonorkan ginjal untuk Willy adalah Billy. Namun Billy mendesak untuk tidak memberitahukan kepada papa ataupun kakak-kakak-nya.

“Dok, katanya operasinya akan baik-baik saja! Tapi kenapa malah Billynya yang koma” ucap Neneknya, di ruangan perawatan Billy, sementara diruangan lain tampak Willy sudah siuman dan mulai agak baikan. Lebih baik dari yang kemarin sepertinya, kakak-kakaknya selalu berada disampingnya. Sementara keadaan Billy masih kritis, dan masih dalam keadaan koma. Selama Billy koma hanya om Dody dan Nenek yang selalu menjaga Billy.

“Berapa lama Billy koma nek?” tanya Billy dengan nada yang sangat lemas.

“itu nggak penting yang penting kamu sudah siuman!” ucap Nenek-nya yang langsung berdiri memanggil Dokter, tak lama kemudian Dokter dan beberapa saat kemudian Dokter beserta seorang suster datang untuk meihat keadaan Billy.

“Assalammuaikum” ucap Nenenk-nya ketika menelfon om Dody.

“Waalaikum salam Ada apa Ma?” tanya om Dody, dengan nada sedikit serius.

“Billy-nya sudah siuman, sepulang kerja kamu langsung kesini yah?” tanya nenek dengan wajah yang sangat gembira.

“Alhamdullilah! Syukur-lah ma!” ucap om Dody dari seberang, “sepulang kerja nanti Dody langsung ke rumah sakit, sekalian Dody beliin makanan kesukaannya Billy!”

Sudah lima belas hari Billy di rumah sakit, sedangkan Willy sudah pulang kerumah sejak dua hari yang lalu. Rasanya Billo tidak ingin pulang kerumah, dia ingin tinggal lebih lama lagi di rumah sakit. Setelah Billy keluar dari rumah sakit, Rino meminta Nenek-nya untuk selama dia sakit, dia tinggal dirumah Nenek-nya bersama dengan om Dody. Kedua orang yang telah menyayanginyapun menyetujui ha itu, mereka sepakat akan merawat Billy hingga sembuh.

“makasih ya Nek Om! Udah mau ngerawat aku!” ucap Billy sambil berbaring di sebuah kamar tamu di rumah itu.

“iya sama-sama, kamu tenang saja Bil! Om sudah menganggap kamu seperti anak Om sendiri kok!” ucap Om Dody kepada Billy.

“iya, kamu cucu nenek, sudah selayaknya donk nenek merawat kamu!” ucap Nenek sambil menghusap-husap kepala cucunya.

Beberapa hari kemudian, Billy sudah benar-benar pulih dia kembali kerumah papanya atas suruhan dari nenek dan om-nya. Awalnya Billy tidak mau tapi berkat desakan dari Nenek dan om Dody akhirnya Billy menurut dengan perkataan dari kedua orang yang sangat mencintainya. Setiap kali Billy disakiti oleh kakaknya, dia selalu mengadu pada nenek dan omnya namun nihil hasilnya dia hanya disuruh bersabar dan kembali pulang kerumah papa-nya. Billy jenuh mengadu, sampai akhirnya Billy membiarkan kelakuan kakaknya kepadanya. Dia tidak pernah menghiraukan lagi, mereka menginjak-injak, menghina, mencaci atau bahkan apapun itu dia hanya membalasnya dengan diam.

Semua orang sudah benci dengan Billy karena beranggapan bahwa Billy tidak memiliki hati nurani untuk menolong saudara kembarnya sendiri. Rasanya hancur, rasanya ingin mati saja, namun Billy masih ingin hidup. Billy kehilangan pegangan-nya, Billy tidak memiliki teman cerita lagi. Dia kehilangan segalanya, kakak, teman, papa, semuanya. Segalanya milik Willy, bahkan orang beranggapan bahwa hanya ada Willy dan tidak akan pernah ada Billy. Mereka hanya mendengar dari pihak Reno saja, sementara Billy hanya bisa diam sambil menunggu keajaiban datang.

Sekarang willy dan Billy duduk di bangku kelas dua belas, mereka sebentar lagi akan lulus sekolah, dan Billy berniat untuk mencari Beasiswa ke tempat yang jauh sehingga tak satu orangpun menemukannya. Tak satu orangpun bisa menjumpainya, tapi dia harus mendapat informasi dari mana tentang beasiswanya. Kalau dia cerita dengan nenek atau om-nya pasti jawabannya lagi-lagi sama. “kembalilah kerumah ayah mu! Jangan pergi jauh-jauh dari sana!” sekarang Billy hanya dekat dengan Oka, teman beda sekolahnya. Namun dengan kehidupan yang sederhananya Oka setelah tamat SMK kemaren, Oka langsung memilih kerja disebuah perusahaan yang sesuai dengan kerjaannya sebagi teknik elektro.

“kenapa kamu, tumben main kesini!” ucap Oka, ketika Billy menemuinya dirumah yang kecil namun sederhana.

“aku sedang ingin saja, lagi pula aku juga ingin cerita banyak nih sama kamu!” ucap Billy dengan nada sedikit mau, Oka siap mendengarkan setiap cerita dari temannya yang telah ia anggap sebagai adiknya sendiri.

Waktu berjalan begitu cepat membawa anak kembar itu tumbuh menjadi seorang pemuda yang gagah, dan mereka juga sudah meninggalkan masa-masa sekolah. Sekarang mereka hanya tinggal melanjutkan kuliah. Billy akhirnya memutuskan untuk menghilang dari keluarga-nya, dia sudah tidak tahan dengan perlakuan dari semua keluarganya. Entah pergi kemana Billy, tak ada satu orangpun yang tahu. Bahkan kakak-kakak dan papanya sendiri tidak mau mencari Billy, bahkan mereka lebih senang karena kehidupan mereka sudah tidak ada Billy lagi.

“kemana Billy, kalian usir?” Nenek dengan nada yang sedikit meninggi.

“kita nggak ada ngusir kok nek!” ucap Rendy dengan nada ketakutan.

“aku Cuma bilang kalau dia sudah tidak layak tinggal ditempat ini!” ucap Randy dengan nada yang sangat berani, “lagian buat apa dia disini, toh nggak ada gunanya!”

“kalian ini, asal kalian tahu ya! Yang menolong Willy itu Billy!” ucap Om Dody menimpali percakapan mereka.

“ehm, yang benar saja, mana mungkin anak seperti itu mau menolong Willy!” ucap Restu pada omnya dengan nada melecehkan.

“buat apa om bohong, asal kalian tahu meskipun Billy itu cuek! Selalu kalian marah, tapi didalam hatinya masih tersimpan kasih sayang yang besar untuk untuk kalian.” Ucap Omanya, tiba-tiba papa mereka datang bersama dengan mama tiri mereka. Sebenarnya papa mereka sempat mendengar penuturan dari Om Dody tentang Billy menolong Willy.

“apa maksud mu dod?” tanya Papa mereka dengan nada yang penasaran.

“mas, Rino kemana?” tanya om Dody sambil berdiri terkejut mendengar suara abangnya.

“aku tanya apa maksud mu berbicara bahwa sebenarnya yang menolong Willy itu sebenarnya Billy!” ucap Papa mereka langsung duduk dan diikuti pula dengan om Dody.

“iya mas, sekarang aku kebingungan mencari Billy! Dengan kondisinya yang seperti itu tidak mungkin dia tinggal sendirian!” ucap om Dody dengan jujur kepada abangnya, sementara Nenek hanya terdiam. Dia telah kehabisan kata-kata untuk melarang anaknya tidak berbicara yang sebenarnya kepada semua keluarga Billy.

“apa peduli Randy dengan masalah ini!” ucap Randy langsung pergi meninggalkan keluarganya menuju rumah sakit dimana dia bekerja, Randy telah resmi menjadi seorang dokter sementara Rendy masih melanjutkan kuliahnya di bidang art yang tidak pernah lulus dan selalu gagal itu. Restu sekarang telah menjadi seorang pembisnis, sementara Billy mengambil jurusan yang sama dengan Randy.

Semenjak kejadian itu, papanya sibuk mencari Billy, tak di perdulikan lagi keempat anaknya. Papanya sangat merasa bersalah terhadap tingkahnya selama ini, rasanya tidak percaya sebenarnya dengan ucapan om Dody dan nenek, tapi karena nenek juga menunjukan surat persetujuan dari rumah sakit. Bahkan papanya sempat bertemu dengan Oka secara kebetulan.

“dek pernah liat anak ini!” ucap Papanya sambil memperlihatkan foto Billy.

“inikan Billy pak!” ucap Oka dengan nada sedikit terkejut, ‘ada apa dengan Billy?’ batin Oka-pun bertanya dengan sendirinya, perasaan Oka semakin tidak enak.

“adek kenal dengan Billy?” tanya Papanya penuh harap kalau dia tahu keberadaan Billy.

“ehm, kenal sih pak! Tapi semenjak kelulusan SMK-nya dia tidak pernah lagi bertemu saya! Terakhir katanya mau mencari beasiswa!” ucap Oka memberitahukan apa yang terjadi sebelum kepergian Billy.

“ouh terima kasih ya dek, kalau kamu bertemu dengan Billy tolong hubungi saya kenomor ini ya!” ucap papa Billy penuh harap, sambil memberikan kartu nama-nya.

“baik pak! Akan saya bantu untuk mencari Billy!” ucap Oka dengan nada yang ramah, serta santun. Sudah hampir satu bulan papa mencari Billy, tapi tak kunjung bertemu Billy bagai ditelan bumi dia tidak lagi terlihat ataupun diketahui. Mungkin dia pergi keluar negri atau yang lebih buruknya lagi mungkin dia telah meninggal, sesaat pikiran itu keluar dari mulut papanya.

Saking seringnya papa mereka mencari Billy, dia tidak menghiraukan kerjaan serta kondisi badannya. Dalam hatinya penuh sesal atas perbuatan-nya dengan Billy, sementara kondisi badannya semakin memburuk, dalam hatinya penuh sesal, mungkin Billy tidak akan memaafkannya. Sementara kakak-kakak Billy tidak mau menolong papanya untuk mencari keberadaan Billy, mereka asyik dengan kegiatan masing-masing.

Hari itu, hal menyedihkan terjadi papa-mereka meninggal dunia. Akibat penyakitnya yang semakin parah, dalam kematiannya dia masih menyesal karena belum sempat meminta maaf dengan anaknya Billy, bahkan Billy -pun tidak tahu atas kematian dari papanya. Kakak-kakaknya hidup dengan kemewahan yang ditinggalkan ayahnya, sementara mama tiri mereka pergi meninggalkan mereka. tanpa tahu bagai mana caranya untuk memutar uang dan warisan dari ayahnya. Di dunia belahan lain, di sebuah negar penuh kuasa dan maju, bukan sekedar berkembang. Seorang anak Indonesia berhasil meraih cita-citanya, yah ternyata Billy telah mendapatkan apa yang ia inginkan bukan sekedar bea siswa bahkan pekerjaan. Tapi tak satu haripun dia melupakan keluarganya, dia hanya tidak ingi mendekat lagi dengan keluarganya.

“Billy, I see you never go home to Indonesian, really it way?” tanya Carlos, temannya dari Belanda yang satu kerjaan dengannya. Sekarang dia tingga di Amerika, berkerja di sebuah perusahaan teknologi dan dipercaya untuk menjadi seorang direktur.

“ I ony don’t want to leave my work and my responsibility!” ucap Billy dengan santai.

“ You a director in here, not it you can easily go home to Indonesian, strictly for few day maybe!” ucap Carlos sambil menyedot minumannya.

“yeah, maybe! I will try to go home, but iam still am into minds about!” ucap Billy sedikit menyesal.

“why must is into minds about! You have problem with your family, maybe you want story with me!” ucap Carlos menawarkan diri, Carlos adalah rekan kerja Billy, tapi dia masih dibawah Billy, jabatan Carlos tidak setinggi Billy. Tapi Rino tidak pernah memilih-milih teman.

“maybe you won’t understand! I this actually twins, while taht he has disease, and has Kidney transfusion!” ucap Billy akhirnya menceritakan kejadian sebelumnya kejadian itu kepada Carlos.

“you give your kidney to him?” tanya Carlos dengan nada yang sedikit bertanya, dan tidak menyangka kalau temannya mengalami kejadian seperti itu.

“yes, but no that tofu if I give my kidney to him, but just my uncle’s and my grandmother’s that tofu, I what do give my kidney, but father and elder brother not know! they hate me!” ucap Billy sambil mengusap matanya yang hampir menangis. Setelah ngobrol panjang dengan Carlos akhirnya, Rino mau menemui keluarganya di Indonesia.

Hari ini pagi-pagi sekali, Billy akan terbang menuju ke Jakarta dengan jarak yang tidak dekat.sekitar dua belas jam lagi Billy akan sampai di Indonesia. Billy masih berharap setelah kepulangannya papanya bakalan mau menerimanya sebagai anak. Setelah melihat dia telah berhasil di negeri orang.

“assalammualaikum!” ucap Billy mengetuk pintu rumah neneknya.

“waalaikum salam siapa ya?” tanya Nenek dari dalam, Billy tidak menjawab, seketika jantungnya berdetak lebih kencang. Dia takut neneknya juga bakalan marah dengan dia.

“Billy kamu kemana aja, kenapa kamu pergi sayang!” ucap Neneknya sambil memeluk cucu kesayangannya.

“maafin Billy nek!” ucap Rino membalas pelukan neneknya, neneknya menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada Billy, papanya meninggal karena telah mencari Billy kemana-mana. Billy mendapatkan kabar yang tidak enak, dia pergi menziarahi makam papanya.

“aku tahu papa telah mengakui aku, tapi aku belum sempat mendapat pelukan dari mu, tapi aku sudah beruntung karena kau telah mengakui aku!” ucap Billy dengan nada yang sedikit tertekan dan menangis, untuk pertama kalinya dia menangis “Rino tau papa menyesal, tapi Billy nggak pernah permasalahin Papa, Billy nggak pernah marah sama papa!” ucap Billy. Setelah menziarahi makam keluarganya, Billy mengunjungi rumah papanya. Ternyata yang masih tinggal disana adalah Rendy dan Willy mereka terpaksa putus kuliah karena, kekurangan biaya.

Harta papa mereka habis karena, Restu ditipu oleh rekan kerjanya, setelah berhasil menghabiskan uang papanya Restu pergi meninggalkan kedua adiknya yang maish kuliah. Tanpa ada ketrampilan apapun, bahkan rumah peninggalan papa mereka didepannya telah terpajang RUMAH INI DI JUAL. Billy mencabut papan itu langsung masuk kedalam rumah. dia menemukan kedua kakaknya sedang menikmati makan siang dengan mie instan yang satu di bagi dua. Kemana Restu dan Randy, mereka telah hidup bahagia dengan kehidupan masing-masing dan melupakan Rendy dan Willy.

“apa-apaan kalian makannya!” ucap Billy langsung membuang makanan yang belum sempat dimakan oleh Rendy dan Willy, bahkan didalam rumah itu tidak ada lagi barang-barang, semua sudah di jual oleh Restu, bahkan Rendy sendiri sempat menjualnya karena mereka kekurangan uang. “kalian nggak boleh makan kayak gini! Kalian juga nggak boleh menjual rumah papa!” ucap Billy.

“tapi kami sudah tidak memiliki uang No, aku aja terpaksa berhenti kuliah!” ucap Willy berkata jujur dengan adiknya.

“kemana kak Restu dan kak Randy!” ucap Billy sembari duduk dikursi meja makan yang tersisa.

“mereka sudah menghilang, Randy telah menjadi seorang dokter dengan gaji yang tinggi! Kak Restu setelah berhasil membuat hancur lebur warisan Papa dia pergi meninggalkan kami!” ucap Rendy kepada adiknya.

“terus untuk makan kalian sehari-hari bagaimana?” tanya Billy.

“terkadang kakak pergi mengamen!” ucap Rendy, serasa tertampar Billy, kenapa dia tidak datang lebih awal dari kejadian ini.

“kita ubah dari awal lagi mau tidak! Kita buat rumah papa menjadi seperti dulu! Dan kita buat usaha untuk kita!” ucap Billy menawarkan, lantar kedua kakaknya saling bertatapan.

“apa kita sanggup, mungkinkah, kita menggandai rumah ini?” tanya Willy dengan tatapan tidak percaya diri.

“kalau rumah ini digadai, memangnya cukup untuk membuat rumah ini seperti dahulu, dan membuat usaha!” ucap Rendy yang ikut kurang percaya diri pula.

“aku yang akan membiayai semua! Dengan gajiku yang lumayan!” ucap Billy tersenyum sembari menyemangatkan kedua kakaknya.

“emangnya kau kerja apa, dan selama ini kau kemana? papa mencari mu tak kunjung ketemu!” ucap Rendy sambil meneguk air putih.

“bukan tidak ketemu, papa hanya mencariku di Indonesia, sedangkan aku sekolah di Amerika! Dan sekarang kerjaku lumayan, aku dipercaya untuk menjadi seorang direktur di sebuah perusahaan teknologi, di Amerika!” ucap Billy.

“maafkan kami yah! Kami telah menyalahkanmu selama ini!” ucap Rendy, dengan ikhlas Rino memberi maaf kepada kakaknya. Saat ini Rendy dan Willy kembali kuliah dan mengelola bisnis yang telah mereka buat bersama dengan Billy, tapi sayang Billy memilih tetap tinggal di Amerika ketimbang bersama kedua kakaknya. Tapi Billy telah berjanji bahwa dia akan selalu datang ke Indonesia.

Minggu, 26 Juni 2011

Yang Baru Ajj deh



Aku adalah siswa kelas 2 smk dan tahun ini akan menginjakkan kaki dikelas 3. Aku berharap bisa naik kelas sih. Tapi kali ini aku takkan bercerita tentang matapelajaran atau proses belajar, aku dan teman-temanku disekolah. Tapi aku mencoba untuk bercerita tentang perjalanan pergaulan, percintaan dan persahabatan yang terangkum dalam sekolah ku ini. Mungkin cerita ini terbagi atas dua cerita, bisa dibilang kehidupan nyata dan bisa dibilang juga sebagai kehidupan yang taknyata.
Sekolahku terdiri dari berbagai macam suku kebudayaan ada yang dari pulaujawa, Sumatra dan aku rasa dari seluruh pulau Indonesia ada disekolahku, walaupun aku juga tidak tahu siapa-siapa aja yang termaksud dalam daerah-daerah yang aku jelaskan tadi. Tapi walaupun kami berbeda daerah, berbeda agama, tapi kami tetap sebagai seorang anak bangsa yang mempunyai satu kesatuan. Aku sendiri berasal dari pulau jawa. Dan aku sendiri mempunyai gank, disekolah aku, pasti ada yang mempunyai gank atau nggak mereka semua berkubu.
Seminggu setelah ujian biasanya aku dan teman-temanku melakukan aktivitas yang tidak biasa kami lakukan. Kami mengejar-ngejar nilai yang menurut para guru kurang, dan jika tidak kami hanya duduk meratapi pemandangan yang dimana anak-anak duduk berkumpul dan saling bergosip ria, sedangkan anak laki-lakinya sibuk bercerita tentang Ps lah, atau game online yang sedang berkembang. Kalau mereka sudah bercerita tentang itu, tak ada anak cewek yang bisa ikut nimbrung sama dia.
Tapi kalau yang cewek-ceweknya nggak usah heran deh, kayak ibu-ibu ngegosip di gang-gang sempit disebuah perumahan. Termaksud juga dengan aku, terkadang aku juga sering ikut terlarut dengan gosip-gosip yang semula mereka lontarkan. Aku juga sebagai anak-anak remaja yang juga sempat terlarut dalam perkelahian antar teman, tapi biasanya aku lebih suka sebagai penengah atau pergi meninggalkan pertikaian mulut yang sering terjadi diantara kami.
Persahabatan emang nggak bisa dipisahin dari adu mulut dan saling bertengkar, begitu pula yang terjadi pada diriku, dan kedua sahabatku sekarang. Terkadang kami saling diam, tidak bertengkar. Dan pada akhirnya salah satu dari kami saling minta maaf, walaupun bukan salah siapa-siapa. Ada persahabatan, ada juga permusuhan, dan ada juga yang namanya saling iri, ketika aku berhasil membina persahabatan dengan kedua orang sahabatku itu yang bernama Lili dan Refi. Dan semenjak itu pula kubu-kubu mulai bermunculan, mulai dari kubu cewek-cewek suka dandan, pake jilbab semua, anak-anak pintar, dan mungkin anak-anak yang tercampakkan.
“Vi, udah denger cerita belum?” seru Lili sambil memainkan hpnya yang emang sejak dari dulu dia selalu akrab dengan hpnya.
“emangnya apaan?” Tanyaku dengan nada yang penasaran, sebelumnya aku perkenalkan nama ku, namaku adalah Vivi, aku sering dipanggil Pipi ketimbang Vivi emang sejak SD selalu begitu.
“itu anak kelas sebelah dikeluarkan!” ucap Refi teman ku yang beda agama denganku, meskipun begitu kami selalu memaklumi. Tak pernah kami bertengkar masalah agama.
“alah, udah! Kirain ada berita apaan eh, berita kayak gitu malah disiar-siarin! Biarin aja lah bukan urusan kita juga kan!” ucapku dengan nada yang datar, sambil memainkan hpku yang nggk seberapa itu. Tiba-tiba salah satu teman kami datang menghampiri kami dengan seribu celotehannya. Dari gank kami sendiri menyebutnya sebagai Racun. Disini ngomongnya lain dan disana ngomongnya nggak jelas, kalau disatukan dengan kenyataan super jauh berbeda.
“berrrr, gila tu si Anggia masa bilangin mulut lebar!” seru Wina sambil sembarang duduk di tempat duduk kami bertiga.
“emang iya kali!” seruku dengan nada yang tidak terdengar sambil memainkan hpku. Sentak si Lili menyenggolku, karena takut dia merasa tersindir.
“nggak elo marahin tu?” tanya Refi sambil memainkan rambutnya yang super panjang dan terurai, sedangkan aku dan Lili pakai Jilbab karena memang udah ditakdirkan oleh tuhan kami memakai jilbab, tapi itulah yang membuat kami beda.
“gimana gue mau marah! Mereka ramai-ramai, ih tapi kenapa si mereka suka banget nyindir gue?” tanya nya, dalam hatiku hanya dapat berkata ‘ehm, elo si nggak pernah ngaca diri elo’. Tapi kali ini aku hanya dapat diam aja, karena aku takut salah ngomong, ntar malah berabe lagi.
“udah lah, sabar aja Win! Eh, liburan kali ini mau kemana nih, kita sekelas?” tanya Lili dengan nada yang super ramah, nggak sama tuh didalam hatinya jelas-jelas dia benci banget sama yang namanya Racun, kayak aku nggak tau aja.
“ehm, nggak mau ah! Aku rencana nya mau pulang ke Bandung, jadi aku nggak ikutan!” seru Wina dengan sombongnya, ‘what racun go to bandung? Emangnya dia punya uang apa untuk kebandung’ ucapku dengan enteng, tapi didalam hati aja.
“ouh, aku juga rencana nya mau kebandung, sambil ngunjungi Trans Studio yang baru di buka itutuh!” ucap Lili, sambil memasukan Hpnya kedalam saku baju uniformnya.
“ouh, gimana kalau kita bareng-bareng aja kesana?” tanya Wina sok iya banget dia mau dateng kebandung, kalau sampai nggak aja awas dia, gue tonjokin kepalanya.
“ehm, bole! Ntar lo bilang gue ya kalau udah mau berangkat!” ucap Lili mengiyakan ajakan Racun, gila tu orang mau aja pergi ama racun anak paling norak, pacaran aja cari anak orang kaya. Mungkin dia bisa kebandung minta bayarin cowoknya kali.
“ok deh, heh pi elo mau liburan kemana?” tanya Wina dengan nada yang sedikit keramahan. Bagiku aku tidak akan menganggapnya ramah, karena dia tidak pernah suka dengan ku juga, karena aku tau kalau dia dekat dengan ku karena ada maunya aja.
“pulau seribu! Gue kan nggak mampu, mau ke Bandung atau ke bali!” seru aku dengan tampang yang sengaja aku rendahkan, padahal aku cerita pada Lili dan Refi mau liburan ke amerika atau nggak kebali.
“ouh, iya jelas lah elo kan emang anak orang miskin pi, nggak sebanding dengan gue!” ucap dia, kurang ajar, gila dia masa gue dibilang nggak mampu anak orang miskin, bapaknya tukang sedok pasir di toko matrial dan nyokapnya hanya pembantu rumah tangga kacangan aja sok banget bilangin aku anak orang miskin, kalau nggak mengingat bermasalahan udah aku tampar dia bolak balik, sedangkan tangan Refi dari belakang mengelus-elus badan ku dari belakang tanda bahwa aku harus menahan kemarahanku.
“iya, nggak kayak elo berduit ya, apa lagi Refi dia rencananya mau kehongkong!” seru aku dengan nada yang sedang aku tahan kemarahanku. Tiba-tiba aku pergi, saking nggak tahannya melihat muka si Racun yang kurang ajar, dan minta di cincang-cincang. Aku nggak tahu kelanjutannya, yang jelas Refi dan Lili ikut aku pergi juga menuju tempat teman-teman yang lain. Ingin rasanya aku ngomong dimikropon. “eh teman-teman, yang namanya Wina itu munafik, muka mirip orang 32 tahun, sok kaya dan matrenya kelewatan! Beranggapan bahwa dirinya mirip banget sama nabila syakib!” kira-kira seperti itu, tapi aku nggak cukup berani untuk itu, aku nggak mau gara-gara itu aja point ku menanjak tiga puluh dan terpaksa aku cari sekolah baru untuk melanjutkan masa depanku. Otomatis mama-papaku bakal pindahin aku ke amerika atau landon untuk melanjutkan sekolah disana, dan mereka takkan kasi aku balik ke Indonesia lagi.
“kenapa lo pi?” tanya Bimo sambil memasukan buku catatan yang dibagikan oleh ketua kelas.
“nggak kenapa-napa! Gue males aja liat Wina, tiba-tiba ikutan nimbruk ama gue!” seruku dengan nada yang sedikit kesal, aku kalau udah kesal bisa-bisa orang yang nggak tau apa-apa juga bisa kena semprot ama aku.
“ouh tentang dia, ah elo masa nggak tau dia itu gimana! She is a stupid girl!” seru Bimo sambil menenangkan pemikiranku. Aku mulai bingung dengan perkataan Bimo.
“gue tau, Cuma males aja liat dia bilang ke gue, Lilia ma Refi kalau mau liburan ke bandung!” seru aku dengan nada yang sama sekali tidak berminat untuk melakukan apapun, bahkan aku abaikan hp ku yang berdering di saku bajuku.
“okey, dia itu matre plus murahan lagi!” seru Bimo sambil melakukan hal yang tidak penting bagi ku.
“gue tau kok, menurut informasi yang gue dapet, dia itu munafik! Misalkan ngomong sama gue begini, pasti ntar ngomong ama elo begitu! Gila tu orang ..” ucapku kali ini aku hanya meratapi Bimo berkata, sedangkan Bimo hanya menunduk, entah apa yang dia pikirkan sehingga dia menundukkan kepalanya.
“hahaha, udah hampir tiga tahun bahkan udah tiga tahun gue ama dia itu satu kelas, jadi maklum kalau dia bisa gue baca! N perlu elo tahu ya dia itu dari Junior school nggak pernah dia disukai sama anak-anak satu sekolahan!” seru Bimo, menjelaskan semua prilaku si Wina, nggak perlu Bimo kasih tahu, aku udah bisa baca dia itu bagai mana.
“ya udah lah, gue nggak mau ngebahas dia emangnya dia siapa? Sodara bukan tetangga bukan, temen apa lagi!” seru ku dengan nada jutek sedangkan Bimo hanya tersenyum lebar, aku curiga kalau Bimo juga salah satu cowok yang pernah tertipu dengan tampang kepolosannya, polos? Masa iya si polos, buka blesek kayak gitu dibilang polos, siapa sih yang bilang dia mirip Nabila syakib. Masi normalkah matanya, apa matanya sudah pindah ke kaki sehingga dia bisa bilang kalau Racun itu 11-12 ama Nabila syakib.
Saat ini aku berjalan menuju koridor sekolah, menelusuri kelas-kelas yang ramai banget. Semua anak tidak memiliki aktivitas lagi, baru aku dapat berita kalau sebenarnya Racun nggak jadi kebandung, katanya Bokapnya ngajak ke Bogor aja, karena ada satu hal yang penting mengharuskan keluarganya Lari kebogor. Tapi ya sudahlah buat apa juga di bahas-bahas racun sih. Selain permasalahan racun yang terkadang membuat aku jengkel, ada lagi permasalah percintaan teman-temanku yang entah gimana.
Yang satu jelas-jelas udah diselingkuhin masi juga tetap bertahan dengan cowoknya mengucap seribu janji, “aku nggak bakal ngelakuinnya lagi, aku janji bakal berubah, aku minta maaf, aku nggak sengaja, n the bla-bla!” bagi aku itu mah busyit, nggak ada cinta seperti itu. Ada juga yang janji pada teman-temannya, “aku nggak bakal jadian lagi padanya, aku nggak bakal mau turutin kata-kata dia n the bla-bla!” tapi seperti biasa pula kembali lagi dengan pacarnya dan siap untuk disakitkan hatinya. Lalu datang ke kami bertiga curhat sambil menangis-nangis, dan ada satu lagi yaitu, “aku masih sayang dengan dia, tapi kenapa dia bilang dunia kita itu berbeda dan kita tak ditakdirkan hidup bersama” ucap nya, terkadang pusing aku dengarnya.
Aku hanya bisa mendengarkan dan takkan aku kasi komen-komen untuk mereka yang curhat pada kami bertiga. Dari mereka semua dengan expresi yang berbeda-beda, ada yang nangis-nangis, marah-marah, sampai yang ceritanya sambil menahan tangis. Gila syukur aja aku nggak pernah pacaran, dan aku nggak bakal mau pacaran dulu sampai batas waktu yang aku tentukan.
“li,pi,fi! Gue nggak bisa terima perlakuan dia kayak gitu kegue!” ucap temenku dengan nama Geni, gila baru di certain tadi eh rupanya udah ada yang ngantri curhat sama aku dan kedua temanku. Lagi-lagi kami digangguin orang nggak penting, mana tadi yang ganguin si Racun sekarang Prety.
“kenapa Josi mutusin elo?” tanya Refi yang sedikit banyaknya tau tentang cinta. Tapi sebenernya dari kami bertiga yang nggak tau cinta itu Cuma aku, aku sih tau yang namanya cinta. Yang aku tahu hanya cinta kepada kedua orang tua, tuhan, keluarga dan teman-teman nggak lebih, untuk seorang pacar huft nggak banget deh.
“iya, dia bilang dia nggak tahan, aku tanya kenapa dia nggak bilang apa-apa!” ucap Geni, aku memanggil Geni dengan sebutan Prety karena bagiku dia mirip banget ama Prety.
“hemm, udah sabar aja la ni, hidupkan nggak sama dia aja masih banyak cowok yang lain ni!” ucapku dengan nada yang datar dan ikut-ikutan sok sedih teman satu kelas lagi broken heart. Lili sendiri aja memilih diam dari pada kasi solusi ke Geni, mungkin karena Lili udah tau banyak tentang kepribadiannya Josi bukan karena dia pernah pacaran. Bahkan selama umur nya ini dia baru sekali pacaran.
“ih, gila ya kurang apa lagi aku! Apa dia punya cewek baru ya?” tanya Geni dengan nada yang super duper berteriak, setres saat ini dia sedang berada disebelahku dan otomatis nya telingaku duluan yang mendengar suara cemprengnya yang nggak tersaring dulu.
“udah la, kan keputusan dia !” ucap Lili akhirnya bersuara, tadi racun sekarang Prety sebentar lagi siapa? Emannya kami terima konsultasi curhat apa?. Gila nggak ada yang bener nih temen-temenku, siapa yang nggak tersinggung kalau pacaran yang keluar uang ceweknya. Ehm, entah lah tapi kalau menurut ku kapan lagikan ada cewek yang mau bayarin kita hehehe aku itu emang suka berhemat, dan kalau ada yang bayarin ehm paling seneng lagi.
Untuk hari ini konsultasi selesai disini, aku, Lili, Refi menghelakan nafas panjang. Setelah pulang sekolah berlangsung kami sering ngebahas mereka-mereka yang selalu aja ada masalah, sebesar apapun masalahku aku tak pernah mau ambil pusing disekolah. Karena bagiku masalah pribadi diluar sekolah nggak perlu dibawa-bawa. Waktu terus berjalan, rasanya aku tak pengen ada ujian semester, karena percuma saja nilai-nilai anak yang tinggi semuanya menyontek, gila yang jujur malah terpelosok jauh direngking terbawah, tapi kalau yang nyontek, menanjak hingga masuk the big ten.
Hari ini, apa lagi untuk pagi ini aku dan kedua orang temanku yang seperti biasa. Berbincang-bincang dengan Josi mantan Prety. Aku menanyakan kenapa dia bisa putus dengan Prety. Itu semua karena dia merasa tidak nyaman lagi berhubungan dengan Prety, malang nya nasib Prety bisa-bisanya dia kurus mendadak tuh. Kata sahabat-sahabatnya sih, dia nggak mau makan tidur nggak tenang. Aku sih nggak percaya, buktinya aja dia nggak kurus. Paling nggak sekurus Refi lah, dan kalau dia proses penurunan badannya berhasil gue bakal ngurusin badan dengan cara kayak gitu ah, putus cinta.
“gila mereka-mereka ini gue aja yang putus nyambung- putus nyambung nggak ada tuh bersikap sok kehilangan pacar, emangnya pacar tu suami apa, berjodoh aja belum tentu!” ucap Lili yang kelihatannya sedikit kesal ternyata bukan gue aja yang kesal, dia juga rupanya dan Refi nggak bakalan kesal karena aku tahu dia itu orangnya perasa, nggak kayak aku dan Lili. Nggak mudah terharu.
“iya-iya, gue si emang belum pacaran sih, Cuma sedikit banyaknya tau la perjalanan cinta tu gimana?” seru Aku memberikan nada datar dan tak bersemangat.
“eh, si Racun katanya nggak jadi kebandung tau dia mau ke bogor tempat saudaranya!” ucap Refi sambil mengeluarkan hpnya, ehm..ehm… apa yang ada dipikiran si Racun sih.
“beneran lo Fi? Nggak bohong kan elo?” tanya Lili, ehm, Lili berani nggak ya kalau ngelabrak si Racun pembawa berita itu.
“ehm, ngapain juga gue cerita yang nggak bener! Nggak ada utungnya kali buat gue!” ucap Refi kemudian aku cukup tahu lah siapa sih Racun itu, namanya juga Racun dia bilang gue nggak Kaya nggak Tajir, yang ada dia mau liburan di bandung aja di batalin sama dia, sementara aku liburan ke pulau seribu, tapi setelah aku pulang dari bali, dan langsung menuju pulau seribu untuk berlibur bareng Lili dan Refi.
Beberapa hari kemudian aku memanggil si Racun untuk aku dan kedua temanku sidang. Abis kami bertiga nggak tahan dengan prilaku dia yang sok tahu dan tidak ada kebenarannya itu. Semua orang curhatnya kekami tentang si Racun yang pembohong besar.
“Win, elo jujur sama kita, ngomong apa elo dibelakang kita!” seruku dengan nada tenang. Bisa aku bayang kan kalau dia mulai mengilah.
“ngomong apa, aku nggak ngomong apa-apa kok!” ucapnya sambil menundukan kepalanya.
“mulut pedas, tidak kosisten, dan si Hongkong tak sadar diri! Maksud elo apa?” tanya Lili kemudian, gila si Lili menghafal Julukan dari Racun buat kami bertiga.
“aku nggak ada bilang kayak gitu ke elo!” ucap Racun yang masih berkilah terus.
“udah bilang aja iya kenapa sih! Makanya elo itu jangan sembarangan bicara yang nggak-nggak!” ucap Refi, ternyata Refi bisa marah juga.
“kalian ini, jelas-jelas kalian yang salah! Kalian yang sering nyindir-nyindir gue kan?” tanya nya hampir aja dia menangis.
“eh, stress racun kurang ajar, mulut lo itu racun! N ngacak lo, kalau elo nggak mau di sindir, jangan besar mulut! Gue nggak masalah kok kalau gue kehilangan teman macem lo, mulut berracun!” ucapku dengan nada yang menantang dia, tiba-tiba tangannya mendarat ke pipiku tapi nggak berhasil karena di tangkis dulu sam Daniel.
“gila lo ya, elo jangan asal nampar orang kayak gitu! Elo tuh yang salah tante-tante! Gue nggak tau ya kenapa gue bisa benci sama elo! Itu karena elo manfaatin temen gue, bilangnya sakit sampai temen gue kerumah elo bawain makanan, n yang gue benci lagi, elo bohongin temen gue bilang kalau elo itu mau operasi amandel!” ucap Daniel sepertinya belum puas dengan perkataannya “ dan satu hal yang harus elo ketahui, pembohong! Bilangnya Operasi tapi buktinya mana, pake sinar X l.a sinar leser la! Busyit tau nggak!” seru Daniel sambil menempeleng kepala Racun, hmm puas gue liatnya.
“apa yang elo omongin nih!” ucap Racun masih berkilah.
“eh Bro mulut lo itu emang mulut racun ya gue negk liat elo! Puaskan elo buat sahabat gue keluar dari sekolah dan mutusin elo karena dia udah jatuh miskin!” ucap Daniel kemuadian.
Setelah kejadian itu, si Racun nggak nongol-nongol kesekolah, karena semenjak kejadian itu dia nggak berani lagi berada disekolah, karena hampir semua anak sekolahku tau perbuatannya. Dan ternyata dia lebih memilih pindah sekolah ketimbang masih berada disana. Semenjak Daniel nolong aku waktu aku mau ditampar sam si Racun sok jujur itu, aku dan kedua temanku mulai akrab dengannya bahkan dia udah resmi dilantik sebagai salah-satu anggota gank kami. Dan mulai hari ini nggak ada lagi yang namanya Racun disini.

Jumat, 10 Juni 2011

Seperti Aku Seperti diriku

Biarkan kata-kata ini mengalir sendiri sehingga membiarkan dia untuk berekseperimen merangkum dan melihat alam sekitar. Terduduk seorang anak yang suka baca dan menulis cerita disebuah tangga dekat dengan sebuah gedung. Mata nya sibuk melirik-lirik sesutu yang belum pasti dan jelas, semua orang menatapnya dengan kebingungan. Apa yang dia fikirkan? Semua orang bertanya dengan hal yang sama. Sedangkan tangan si penulis sibuk mengalirkan kata-kata, dari fikiran dan fikirannya terbang melayang ke dunia hayalan.
Anak itu benar-benar kebingungan apakah dia masih normal ataukah dia sudah tidak bisa berfikir alias gila. Sedih melihat anak itu yang tiba-tiba mengeluarkan air matanya dan menunduk, orang-orang masih pada bertanya-tanya, ada apa dengannya? Dia seperti seorang anak kecil yang kehilangan binatang peliharaannya. Tapi dibalik itu hanya dia yang tahu, hanya dia yang bisa menjawab pertanyaan itu. “kenpa harus aku?”Batinnya, tampaknya batinnya sakit dengan apa yang terjadi pada dirinya, mungkin orang lain tak pernah merasakan.
Dia berdiri lalu berjalan dengan langkah gontai tak bersemangat, dia hapus air matanya yang jatuh tadi. Dia tak cukup berani mengangkat kepalanya setelah apa yang terjadi padanya. Mungkin baginya dunia sepi dan hanya dia seorang yang berada didalamnya mungkin itu lebih baik. Dia menulis sebuah cerpen yang berjudul “sebuah Dunia kecil hanya untuk aku yang slalu tebuang dan tercampakkan” . tangan si penulis berhenti sebentar, selayaknya memikirkan kata apa selanjutnya, tapi tangannya masih ingin mengetik-ngetik keyboard laptop.
Adakah yang ingin tahu ceritanya
Ini dia kisahnya “Sebuah Dunia Kecil Hanya untuk aku yang selalu terbuang dan tercampakkan”

Mungkin ini sebuah kisah dongeng, menurut judulnya itu ketahuan. Tapi ini bukan dongeng juga bukan cerita nyata dari aku, ini lah sebuah cerita yang hanya bisa aku tulis lewat cerita yang hanya sebuah cerita pendek, yang entah hendak dibaca orang ataukah tidak. Aku terlalu takut, jatuh dan gagal. Tapi dikehidupan ku sekarang aja aku udah gagal. Aku udah cukup terjatuh, tapi apakah tuhan akan senang melihat aku seperti ini.
Sebuah kamar kecil yang aku bilang dunia kecil, hanya aku dan tuhan tentunya yang tahu. Akulah manusia yang tak pandai bersyukur yang tak pandai rasakan kebahagiaan yang tuhan beri. Percakapan? Mungkin tak ada di cerpen ini, aku tidak memiliki banyak teman. Aku emang tidak home schooling tapi aku juga sekolah disekolah Negri.
“hey, Kok Elo nggak kayak kemaren sih! Suka beranda!” seru Nikita temenku yang duduk disebelah ku. Sebelum itu nama ku Lita. Aku hanya terdiam, aku tak menjawab aku tak cukup berani untuk mengatakan sesuatu.
Yap, dulu aku itu seorang anak yang ceria dan paling suka bercanda dan suka berkawan, tapi karena satu hal yang susah buat aku ungkapkan disini, tapi aku akan mengungkapkannya dengan pelan-pelan dan bakal kalian pehami.
Kembali kemasa lalu ketika aku masih sangat senang untuk begaul, berteman dan aku masih diterima dipergaulanku. Tapi aku tak cukup tahu kenapa orang-orang satu per satu menjauhi aku, aku memaki fisikku, aku memaki sifatku, dan hampir saja aku memaki sang pencipta. Tapi aku sadar kenapa sang pencipta masih berbaik hati untuk membiarkan aku hidup dan belajar dari alam, belajar dari apa yang seharusnya tidak orang lain ketahui. Setiap orang pasti pernah merasakan ujian berat.
Tapi ini sangat berat bagi ku, sebab aku seorang anak dari keluarga miskin, yang tak punya apa-apa, aku bercita-cita jadi seorang penulis dan aku ingin bercarita lewat ceritaku, tapi malang nasibku, aku ingin mengekspos Cerpenku dimajalah, tapi mereka ingin yang sudah diketik lewat Komputer, “down” itu yang terjadi samaku saat itu, itu yang membuat aku putus asa. Ketika putus asa, aku mempunyai Ide. Aku utarakan ide itu kepada temenku yang kebetulan saat itu dia adalah seorang anak dari keluarga tajir.
“sory ya, Lit, harusnya elo ngaca sebelum punya cita-cita!” serunya kemudian, betapa tidak mendukungnya teman-temanku, aku sedih- sedih banget mendengar perkataan itu, hampir tak ada orang lain yang bisa aku minta tolong.
“tau nih, jadi penulis! Ngimpi aja elo!” seru temannya yang lain.
“Lita sayang, cari aja elo di rongsokan! Sambil ngais sampah didepan rumah gue ada nggak kompi!” serunya melecehkan aku, sakit rasanya melihat hal seperti itu. Aku hampir saja menangis dengan apa yang dia katakan terhadapku, “apa iya, aku! Hanya pantas sebagai seorang pemulung sampah?” tanya ku dalam hati, mereka-mereka teman-teman yang setiap ada even tertentu salalu saja mendekatiku, dan ketika sudah selsai orang-orang itu menjauh dari aku.
Semenjak itu aku benar-benar menjadi seorang pemulung, untuk mengumpulkan uang, agar aku bisa beli kompi, hari-hari aku lalui dengan sekolah dan memulung, orang tuaku bukan tipe orang tua yang bisa dengan mudah memberikan anak-anaknya jajan, mesti aku anak tunggal. Aku harus sadar diri juga dengan keadaan ayah yang hanya seorang pengantar pos, ibu seorang penjahit amatiran, sebenarnya tak ada yang istimewa dihidupku ini.
Banyak cobaan yang harusnya tak terjadi, yang seharusnya tak pernah terungkap. Tapi aku mencoba mengungkapkan apa yang susah dicerna, namun kalau tak berhasil. Berati aku susah untuk mengatakan apa yang terjadi di hidupku ini. Ceritanya terlalu pahit dan tak layak ditiru. Setelah pulang sekolah ini, aku memulung mengumpulkan plastik-plastik, botol, kerdus dan lain-lainnya biar aku dapat uang dan dapat membeli kompi yang paling jelek saja mungkin aku sudah bersyukur. Banyak hal yang tak pernah aku syukuri dari dunia ini, padahal aku selalu diberi pertolongan olehnya tapi tak satupun aku ucapkan kata syukur.
“lumayan kali ini hasil kamu Lit! Semuanya dua puluh ribu ya lit?” juragan yang selalu mengambil barang-barang hasil mulungku memberikan uang dua puluh ribu, lumayan buat tambah-tambah beli kompi walaupun hanya harga murah.
“yah Alhamdullilah lah mas!” seru ku sambil mengambil uang darinya. Hasil dari sana aku bisa mendapat mengumpulkan uang untuk membeli satu komputer standart yang aku inginkan, biarlah aku malu dulu dari pada nanti aku akan malu-maluin semua keluarga. Sebenarnya Ayah dan Ibuku melarangku untuk bekerja seperti itu. Kami memang keluarga miskin tapi kami tidak miskin hati dan perasaan, kami masih bias membantu norang yang nsedang membutuhkan pertolongan kami.
Hari ini uangku terkumpul lumayan, aku bisa membeli Kompi yang mungkin hanya ppentium satu pada zaman dahulu kala. Tapi hal yang tak terduga terjadi, tetangga sebelah ku anaknya kecelakaan dan perlu biaya daia datang kerumahku dan meminjam uang kepada ibuku, saat itu ibu hanya memegang uang seratus ribu rupiah, karena kesiannya aku dengan anak ibu tetangga akhirnya aku memberikan semua uang yang aku punya kepada ibu-ibu itu. Awalnya ibuku melarang,
“lita jangan kau berikan itu! Itu kan hasil tabungan kau yang akan kau pakai untuk membeli computer!” seru Ibu dengan nada melayunya yang masih lekat di lidahnya, walaupun sebenarnya dia sudah hamper Sembilan belas tahun tinggal dijakarta.
“tapi bu, keselamatan nyawa jaka lebih penting dari pada Komputer itu bu! Aku masih bisa membelinya walaupun sebenarnya aku sangat lelah dengan pekerjaan itu!” seru ku dengan kata yang lumayan bijaksana menurutku, “nyawa tak ada gantinya, sedangkan uang masih bisa dicari dan digantikan bu!”
“ibu bangga dengan mu nak!” seru Ibuku dengan bangganya, akhirnya aku putuskan untuk memberikan uangnya kepada Ibu Jaka. Untuk sementara ini aku tidak akan mengutarakan cita-citaku, biarkan saja dia menari dengan Indah dijagat raya, memang cita-cita besar hanya untuk orang paling besar dan kaya didunia, dan bukan untuk orang selevel dengan ku. Memang banyak cerita orang sukses dan orang kaya berawal dari kemiskinan. Tapi bagi aku aku tidak percaya dengan apapun juga dengan perkataan mereka.
Aku terduduk di dunia kecilku saat ini, yah di sebuah kamar kecil dipemukiman kumuh yang tak mungkin ada orang kaya lalu-lalang. Aku tahu pasti itu, tapi ketika pemilihan pemerintah dalam bentuk apapun juga, hampir setiap hari orang kaya lalu-lalang, aku bukan anak kecil lagi, aku tau kenapa mereka bolak-balik kedaerahku saat itu, mengobral janji, agar bisa naik keatas. Itu hanya sebuah tipuan lama untuk orang-orang disini, dan tidak untuk aku ibu dan ayah, karena kami bertiga dari dulu tidak pernah memilih satu orangpun, karena bagi mereka agar tidak ada kekecewaan dari dasar hati karena pilihan kita salah.
Menurut yang aku pelajari semua yang dipiilih salah, mereka mgobral janji tanpa mengobral bukti. Janji ini lah itulah, tapi sertitik atau secuel tak ada mereka lakukan utnuk perubahan. Aku lebih memilih Negara kamarku ini dimana aku yang jadi Presiden, aku yang jadi wakil-wakilnya, dan semua instansi-instansi terkait didalam Negara, dan yang paling penting lagi adalah aku dapat menjadi apa yang aku inginkan. Aku bisa menjadi seorang penguasa didunia ku sendiri, tanpa ada yang melarangku.
“dia menari-nari diatas sebuah tumpukan sampah yang semakin hari tidak pernah usai….” Panggalan pertama dari cerpenku, setelah tadi aku berhasil mengambil sebuah buku baru dan pena didalam tas sekolahku. Biarkan aku gagal mendapatkan Kompi, tapi tidak aku biarkan Cita-Cita dan harapanku Sirna dengan sekejap mata. Dengan terus berusaha aku jamin aku dapat semua nya, tak ada kata gagal dalam hidupku ini.
Tak pernah aku rasakan waktu berlalu begitu cepat, cepat hingga semua kejadian yang lalupun cepat terlupakan. Dan tak ada sebuah perubahan yang berarti apa-apa, sekitar sebulan yang lalu aku mendapatkan sebuah Laptop dari hasil lombaku mengikuti sebuah even yang sama sekali tak berhubungan dengan dunia tulis menulis, tapi aku tidak pernah kecewa. Dari keiseng-isengan ku aku mendapatkan sebuah Laptop yang tak ku duga. Tapi secara kebetulan juga, terpaksa aku tidak mengikuti lomba menulis atau mengarang didaerahku, itu semua dikarenakan mesti dari perwakilan sekolah sedangkan sekolah tampaknya tidak mau mengikuti aku andil.
Semenjak kejadian aku mendapatkan Laptop hidupku perlahan-lahan ikut naik. Kami sekeluarga perlahan-lahan hidup sederhana, dari sebuah kehidupan dibawah garis kemiskinan menjadi sedikit sederhana. Aku tahu tuhan takkan pernah memberikan hambanya hidup susah selamanya, jika ada usaha tuhan akan memperlancar semua jalan kita.
Kehidupanku dimulai dari sini, ketika aku lulus disebuah sekolah Menengah Kejuruan dengan jurusan Teknik Komputer dan Jaringan tentunya. Aku langsung direkrut bekerja disalah satu perusahaan perfilman di Indonesia, seneng rasanya aku sedikit-demi sedikit mulai mahir dalam sebuah bidang bidang jurusan yang sama sekali belum aku pelajari di sekolah. Tapi aku tak langsung menyerah, berkat karyawan senior yang senantiasa member pengarahan dan lain-lain aku mulai mahir dibidang itu.
Saat ini aku sudah memproduksi hampir lima-enam Novel yang dalam terakhir ini, berproduksi banyak dan laku berat. Memang awalnya takmudah untuk melakukan itu semua, tapi berkat kerja keras dan kemauan yang kuat. Aku sekarang hidup tidak disebuah dunia kecilku yang bisa menerima aku dengan leluasa. Tapi sekarang dikehidupanku yang hampir sempurna ini. Aku sekarang diterima didunia paling besar ini menjadi seorang asisten kepala bidang, dan mmenjadi seorang penulis yang bukunya digemari orang banyak, terimakasih untuk semuanya Tuhan aku hanya sanggup untuk katakana itu saja.
END
Tapi anak itu masih terdiam membisu meratapi kertas-ketas yang ia campak ditangga dekatnya, seseorang mengambil lalu melihat isinya, dia sempat membaca, sebuah cerpen karangannya. Orang tersebut mendekat kearah anak itu.
“hy sobat! Ini punya mu?” Tanya orang itu penuh dengan keramahan, anak itu hanya mengangguk dan tertunduk dia menangis. “ bagus, lebih bagus kalau kau eksposkan tulisan ini ke sebuah Koran ataupun majalah!” usulnya, sentak anak itu mengangkat kepalanya.
“aku telah mencoba, tapi tak ada satupun yang mau!” seru anak itu sambil mengelap tangisnya.
“biarlah aku yang kirim! Toh dibawah nya ada nama kau bukan!” serunya membuka semangat anak itu. Dan hanya sebuah anggukan tanda setuju. Keesokan harinya , dia melihat Cerpennya masuk disebuah Tabloid Remaja, dan dia senang sekali. Kehidupannya yang baru, akan segera dimulai.

Minggu, 01 Mei 2011

ACARA PEPISAHAN SMK N 4 TPI ANGKATAN I




























30 APRIL 2011