Senin, 07 November 2011

No Love For BILLY

23 Maret 1994, lahir dua orang anak kembar laki-laki bernama Willy dan Billy. Yang lahir terlebih dahulu adalah Willy selang beberapa menit kemudian Billy-pun lahir, Ayah mereka terkejut dengan kelahiran anaknya yang kembar. Memang sebelum Willy dan Billy telah lahir kedua Kakak mereka yang bernama Randy dan Rendy. Sedangkan anak pertamanya adalah Restu yang sama sekali tidak mempunnyai kembaran. Ketika Billy telah lahir, beberapa menit kemudian Ibu mereka menutup mata untuk selamanya, seketika itu Ayah mereka tidak menerima kehadiran Billy.

“tidak mungkin dok istri saya meninggal!” ucap Ayah anak kembar itu kepada Dokter yang membantu kelahiran anak-anaknya.

“tapi emang itu kenyataan pahitnya pak! Setelah melahirkan bayi yang kedua, kemungkinan besar si ibu sudah kehabisan oksigen dan sangat kelelahan pak!” ucap Dokter dengan nada yang sangat hati-hati takut membuat Ayah anak kembar itu semakin terpuruk.

“ini Pak Bayinya silakan anda mengazankan anak anda!” ucap seorang suster dengan menggendong Willy dan dibantu oleh seorang suster lagi untuk menggendong Billy. Dengan perasaan senang juga bercampur sedih Ayah mereka mengazankan kedua anaknya, namun ketika dia mengazankan Billy tampak raut tidak menyenangkan di paras wajah Ayah lima anak, padahal istrinya hanya melahirkan tiga kali saja.

“nggak mungkin mama nggak mungkin meninggal?” ucap Restu dengan berlinangan air mata yang sangat menyakitkan hatinya. “ma jangan tinggalin Restu!”

“kak Restu kenapa, Mama kenapa kak?” tanya Randy pada Kakaknya. Saat itu umur Restu menginjak usia delapan tahun, sedangkan kedua adik kembarnya menginjakkan umur empat tahun, dimana belum sama sekali mengenal apapun.

“Mama Bobo dek!” ucap Restu sambil memeluk kedua adiknya yang masih sangat kecil itu, Restu mengajak adiknya pulang kerumah. Dia tahu adiknya untuk sementara ini tidak boleh tahu kalau Ibu mereka sudah tidak ada lagi untuk selamanya, dia akan terus tidur panjang.



Tujuh tahun beralalu begitu cepat rasanya, Willy dan Billy meninggalkan usia kanak-kanak mereka, kini mereka masuk di sebuah Sekolah dasar. Atas perawatan dari seorang pembantu Billy menjadi seorang anak yang pintar, namun sayang karena kekurangan kasih sayang. Billy tumbuh menjadi anak yang nakal dan tidak bisa di atur, sejak umur tujuh tahun baru dia tahu kalau dia benar-benar tidak di harapkan. Disekolah dia selalu di hina dan diejek. Sedangkan saat itu dia satu kelas dengan Willy selama enam tahun. Di kelas Willy selalu menjadi pujaan setiap orang Willy bagai pangeran di mata semua orang.

“ nek Billy tinggal di sini aja yah?” tanya Billy, sambil memohon dengan Neneknya yang sekarang tinggal bersama adik Ayah Billy, yang bernama Om Dody.

“Nanti Papa mu marah, sebaiknya kamu tetap tinggal sama dia!” ucap Nenek menjawab penuh dengan kasih sayang.

“Tapi, Billy nggak pernah di perhatiin! Billy beda sama Willy!” ucap Billy sambil memasang muka memelas pada Neneknya. “lagian kalau ulantahun, Billy nggak pernah diajakin pesta! Setiap tiup Lilin yang di panggil Cuma Willy aja!”

“perasaan kamu aja kali?” tanya Nenek memastikan bahwa cucuk bungsunya tidak akan cemburu dengan Willy beberapa menit lebih tua dari pada Billy.

“kenapa sih, setiap orang dirumah ini selalu saja begini!” Billy pergi meninggalkan Neneknya yang selalu mencari-cari alasan untuk dapat menutupi semua apa yang terjadi padanya.

Seiring berjalannya waktu ketika Willy dan Billy beranjak menuju Jenjang remaja, ketika Billy benar-benar berbeda dikeluarga itu. Billy berasa tidak dianggap, setiap makan malam bersama Papanya dia yang hanya duduk diam dan tidak mau mengeluarkan sepatah katapun diatas meja makan, setelah selesai makan dia langsung pergi menjauh dari semua saudara-saudaranya. Tapi itu tidak menjadi masalah bagi Ayahnya, tidak ada kata apapun yang keluar dari mulut Ayahnya.

“kenapa dengan Papa, kok dari kecil aku berasa tidak pernah dianggap sama sekali!” batin Billy ketika dia duduk di bangku taman dengan wajah yang bingung dan sedikit terlihat mengingat-ingat masa lalunya yang ia lewati tanpa ada kenangan terindah. Tiba-tiba seorang pembantu paruh baya yang memang dari kecil merawatnya dan memang dari kecil main bersama dengan Billy datang menghampiri anak itu.

“den kenapa?” tanya sang pembantu sambil duduk di sebelah majikannya.

“aku sedang bingung dengan nasibku!” ucap Billy sambil terus merenung dengan tidak menatap raut wajah pembantunya sama sekali.

“kenapa atuh, dengan nasibnya den?” ternyata pembantunya tidak sama sekali mengerti dengan ucapan Billy.

“kenapa aku begini bi? Kenapa aku nggak pernah dianggap ada disini?” ucap Billy, sang Bibi terkejut dengan pertanyaan dari Billy “jawab bi, jangan diam saja! Kenapa?” desak Billy lagi.

“Bibik nggak tahu!” ucap Bibi dengan tampang sedikit ketakutan.

“bik, aku ini bukan anak kecil lagi aku ini udah enam belas tahun bik!” ucap Billy dengan tampang yang melotot pada Bibi.

“waktu den lahir! Nyonya meninggal dan mulai saat itulah den mulai tidak lagi di perhatikan!” ucap Bibi menceritakan semua kejadian Enam belas tahun silam yang tak pernah dilupakan oleh siapapun. ‘tapi ini tidak adil, Mama meninggal bukan aku penyebabnya’ ucap Billy dalam hati.

Sampai akhirnya Billy masuk sekolah menengah memutuskan untuk beda jurusan namun dalam naungan satu yayasan, Willy masuk di SMA dengan jurusan IPA sedangkan Billy masuk di SMK dengan jurusan Teknik Informatika. Berharap tidak akan saingan lagi, dan tidak akan memperebutkan kursi kerajaan yaitu juara umum, karena memang keduanya Pintar. Willy emang sedikit cerewet dan manja, sedangkan Billy dia pendiam, nakal dan tidak cengeng.

“Bil, jadi ikut kemping tidak?” tanya Carlo pada Billy.

“ tidak ah, rasanya aku tidak semangat untuk mengikuti kemping itu!” ucap Billy yang terlihat lemas hari ini.

“Bill ayo lah, ikut! Pasti seru deh kalau ada kamu” ucap Amar yang duduk tepat disebelah Billy sambil merangkul pundak Billy.

“gimana ya? Aku memang lagi tidak bergairah untuk ikutan kemping kapan-kapan aja deh aku ikutnya!” ucap Billy sambil pergi meninggalkan teman-temannya.

“hem.... coba deh kamu pikirin lagi! Aku jamin pasti seru kok!” ucap Carlo sambil mengejar Billy.

“Iya bil, kan Cuma besok sama lusa doank!” ucap Amar mengikuti langkah kaki teman-temannya.

“sebenarnya pengen sih! Tapi aku udah buat janji nih sama orang!” ucap Billy beralasan.

“emang kamu buat janji sama Renata?” tanya Amar langsung menebak.

“nggak!” Bily menjawab dengan sedikit kata.

“kamu suka dengan Renata yang masuk jurusan perangkat lunak itukan?” tanya Carlo sambil menghentikan langkah kaki Billy.

“kalau iya memangnya kenapa?” tanya Billy sambil melanjutkan jaannya menuju kelasnya.

“kamu belum tau Bil? Kalau Willy juga suka sama Renata yang sama!” ucap Carlo, seketika Billy berhenti dan melotot kearah Carlo, lalu kembali berjalan. “kenapa tu anak?”

“mereketehek bin tempe!” ucap Amar pergi menjauh dari Carlo mendekat kearah Billy.

“jadi kamu mau gait Rena?” tanay Amar yang masih penasaran.

“jangan deh Bil, aku rasa kamu tidak akan bisa mendapatkan Rena secara saingan kamu itu Willy kembaran kamu! Mana dia ketos lagi” timpal Carlo yang berhasil menyetarakan jalannya dengan jalan kedua temannya.

“nggak perduli deh aku! Saingan ya saingan, mau dia tenar kek ataupun apa! Kita juga nggak taukan Renanya suka sama siapa?” tanya Billy tetep kekeh.

“iya yah, siapa tau aja tiba-tiba Rena-nya malah berpaling dengan gue!” ucap Amar sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“uh itu mah emang maunya kamu!”

Sore itu Billy dan kedua temannya, Carlo dan Amar. Sibuk mengerjakan tugas yang diberikan guru mereka untuk membuat sebuah website. Setiap kali Billy ingin pulang terlambat dia tidak pernah minta izin dengan keempat Kakaknya atau dengan Ayahnya. Toh bagi dia, dia sudah tidak dianggap dirumah itu kenapa dia harus meminta izin dengan semua orang yang berada dirumah itu.

“udah sore nih, aku mau pulang ah! Entar Ayahku mencari lagi!” ucap Amar sambil mengemasi barang-barangnya.

“ehm, ya sudah deh kita sambung Senin saja pembuatannya!” ucap Carlo.

“iya deh, oh iya jadikan kita ikutan Kemping besok?” tanya Amar memastikan rencana kemping sekolah akan diikuti dengan kedua temannya.

“ehm, aku tetep nggak ah!” ucap Billy masih sama dia tidak mau ikut.

“kalau begitu kita nggak usah ikut aja yuk mar! Lagian Minggu ada acara ulantahunnya Billy sama Willykan?” tanya Carlo dengan nada yang sedikit kencang.

“ya udah! Deal ya kita nggak pada ikutan” Amar setuju dengan usulan dari Carlo, Billy dan Amar pulang dari rumah Carlo. Mereka berpisah ketika sama-sama mendapatkan angkot untuk pulang, rumah Amar dan Billy beda arah sehingga membuat mereka pulang tidak sama-sama.

Sekitar pukul tujuh malam Billy baru pulang kerumah, karena rumah Carlo jauh dengan rumah Billy. Sehingga membuat Billy harus pulang lebih lama dari pada Amar. Sampainya dirumah, tepatnya diruang tamu sudah berada Ayah, Ketiga Kakaknya, Willy, serta Ibu tirinya yang dinikahi Ayahnya beberapa tahun lalu. Ketika Billy menginjakkan Kakinya kedalam rumah, Ayahnya lantas berdiri dan memasang muka yang paling menakutkan hari itu. Entah apa yang akan terjadi pada Billy, mungkin dia akan di marah habis-habisan dengan Ayahnya.

“dari mana saja kamu jam segini baru pulang? Masih pakai baju seragam lagi!” bentak sang Ayah ketika Billy benar-benar tepat didepannya, dilihat oleh keempat saudaranya seketika hanya Billy yang bersalah saat itu.

“apa peduli papa tentang diriku? Pernah papa menanyakan gimana keadaan ku gimana kehidupan ku!” ucap Billy sambil tertunduk lemas.

“kamu kalau orang tua ngomong menjawab saja!” ucap Ayahnya sambil berkacak pinggal dengan nada yang masih sama.

“bukannya aku menjawab! Tapi aku mempertanyakan apa yang papa akukan terhadapku sekarang ini” dengan nada yang cukup berani membuat Ayahnya terkejut dengan kelakuan Billy.

“kamu belajar dari mana bisa melawan papa?” tanya Ayahnya sambil menatap mana Billy tajam-tajam.

“belajar dari orang diluar rumah ini! Karena orang dirumah ini tidak pernah mengajarkan bagaimana bertindak menjadi seorang anak yang baik!” ucap Billy langsung meninggalkan keluarganya, dia bukan kekamar.

Dengan perasaan yang hancur Billy pergi kerumah Neneknya yang tidak jauh dari rumah Ayahnya, dalam hatinya terus saja memaki semua keluarganya memaki dirinya. Bahkan sempat terucap ‘ kenapa aku dilahirkan didunia ini kalau hanya untuk menjadi barang hinaan bahkan aku bagai tidak pernah hadir dikehidupan mereka”. Billy akhirnya terus menyalahkan dirinya karena telah lahir dan membuat Ibunya meninggal dunia, kalau saja dia tidak lahir mungkin Ibunya masih hidup sampai saat ini.

“kenapa lagi kamu dengan Papa mu?” tanya Nenek sambil mengecilkan volume TV.

“aku nggak kenapa-napa sama Papa, Cuma lagi kangen sama Nenek aja makanya aku ke rumah Nenek!” ucap Billy sambil duduk disebelah Neneknya.

“ah, kamu bilang aja jujur sama Nenek!” ucap Nenek sambil merangkul cucu bungsunya.

“nek, laper nih makan ya?” tanya Billy dengan manja.

“tungguin Om kamu dulu yah, sebentar lagi juga dia balik!” ucap Nenek sambil fokus pada televisi yang ditontonnya, Billy hanya mengangguk. Akhirnya Billy juga ikut menonten televisi yang ditonton oleh Neneknya, “mending kamu ganti baju aja sana!”

“aku nggak bawa baju nek!” ucap Billy sambil memakan cemilan yang ada diatas meja.

“baju yang minggu lalu kamu tinggalkan disinikan masih ada! Sebaiknya kamu pakai itu dulu, udah Nenek cuci kok!” ucap Neneknya.

“baik nek, aku akan mengganti pakaian ku!” ucap Billy beranjak dari duduknya dan berlahan meninggalkan Neneknya.

Malam minggu ini seluruh keluarga Ayah di undang untuk makan malam disebuah restoran mewah, tapi Billy memutuskan untuk tidak ikut. Mesti dia pergi bersam dengan Nenek dan Omnya, Billy hanya ingin dirumah malam ini. Bahkan Carlo dan Amar mengajaknya pergi dia tolak, dia tidak ingin membuat rencana apapun malam minggu ini.

“ayo lah Bil ikut dengan kita!” ucap Om Dody, sambil duduk di sebelah Billy yang asyik menonton TV.

“tanpa Billy acara itu tetap akan berjalan dengan lancar kok!” ucap Billy dengan mata yang masih fokus dengan tontonannya. Nenek dan Om Dody pergi, tanpa Billy tentunya. Acara malam ini ternyata merayakan ulantahun Willy yang jatuh pada hari minggu besok, sedangkan acara besok malam akan diadakan khusus untuk teman-teman Willy. Semua keluarga dating, tanpa terkecuali hanya saja tidak ada yang sama sekali mencari Billy.

“baru Dody sadar Mam kenapa Billy nggak mau ikut dengan kita!” ucap Dody berbisik kearah Ibunya.

“memangnya kenapa Dod?” tanya Ibunya balik bertanya.

“Billy nggak mau semakin kecewa dengan ini semua!” ucap Om Dody.

Acara ulantahun Billy hanya sederhana saja, hanya dia dan hatinya yang merayakan. Tak ada pesta istimewa atau kejadian yang istimewa hati itu. Semua seperti biasa tak ada yang terlihat menyelamatkan Billy atas hari ulantahunnya. Tapi tidak pada Willy hidupnya mewah, semua fasilitas disediakan untuknya. Billy masih beruntung ketimbang Willy sebenarnya, beberapa hari yang lalu Willy di fonis gagal ginjal oleh Dokter, setelah melakukan ronsen siang itu. Sekarang Willy memerlukan transfusi ginjal dari seseorang, semua keuarganya bersedia untuk turut ikut mendonorkan. Setelah selesai dicek oleh Dokter tak satu orangpun yang cocok dengan Willy.

“Randy, Rendy! Sebaiknya kalian temui Billy!” ucap Ayahnya sambil melihat keadaan Willy yang semakin melemah.

“Baik Pap!” Randy dan Rendy menemui Billy, setelah mereka menceritakan semuanya. Ternyata Billy menolak, hal itu yang membuat Randy marah dengan Billy. Ketika semua orang tahu kalau Billy tidak mau memberikan satu ginjalnya untuk Willy, teman-temannya satu persatu menjauh dari kehidupan Billy. ‘aku sudah terlanjur dibenci, hidupku sudah terlanjur berantakan kenapa aku harus membantu orang yang sudah menghancurkan kehidupan, dan mengambil semua milikku termaksud juga dengan Rena’ batin Billy.

“Bil kenapa bengong aja?” tanya Oka, teman Billy namun beda sekolah.

“ehm, Willy masuk rumah sakit, sekarang dia koma hanya aku katanya yang dapat menolong nya!” ucap Billy pada Oka dengan tampang yang menyedihkan.

“terus kenapa kamu masih disini?” tanya Oka sambil duduk disebelah temannya.

“aku hanya sedang berfikir, selama ini dia tidak memperlakukan aku secara baik!” ucap Billy sambil menyedot minumannya.

“lantas kau akan membalasnya dengan perlakuan tidak baik terhadapnya, semua orang mengharapkan kehadirannya! Perjuangkan hidupnya maka kau akan dicintainya!” ucap Oka menasehati temannya, Oka dan Billy emang sering nongkrong dan saling share meski umur Oka dua tahun lebih tua dari pada Billy.

“jadi aku harus menolongnya?” tanya Billy yang masih tidak mengerti.

“tolonglah selagi kau bisa menolongnya!” ucap Oka kemudian. Esok harinya secara diam-diam Billy pergi kerumah sakit dan meminta Dokter untuk memerikasanya, hari itu dia terpaksa alfa demi menolong Willy. Ternyata benar dugaan semua keluarganya bahwa hanya Billy yang dapat menolong Willy, ketika menyetujui bahwa Billy siap di operasi. Namun dengan merahasiakan siapa yang mendonorkan ginjalnya.

Operasi dilakukan malam itu juga, karena kondisi Willy yang semakin kronis. Operasi dilakukan selama empat jam dan ternyata berhasil, Willy dapat di selamatkan tetapi nasib Billy yang semakin kronis, Rino terbaring koma dan tidak ada satu keluargapun yang tau keadaannya. Sedangkan Kakak-kakaknya berfikir kalau Billy telah pergi dari rumah, hanya om Dody dan Neneknya yang tahu bahwa yang mendonorkan ginjal untuk Willy adalah Billy. Namun Billy mendesak untuk tidak memberitahukan kepada papa ataupun kakak-kakak-nya.

“Dok, katanya operasinya akan baik-baik saja! Tapi kenapa malah Billynya yang koma” ucap Neneknya, di ruangan perawatan Billy, sementara diruangan lain tampak Willy sudah siuman dan mulai agak baikan. Lebih baik dari yang kemarin sepertinya, kakak-kakaknya selalu berada disampingnya. Sementara keadaan Billy masih kritis, dan masih dalam keadaan koma. Selama Billy koma hanya om Dody dan Nenek yang selalu menjaga Billy.

“Berapa lama Billy koma nek?” tanya Billy dengan nada yang sangat lemas.

“itu nggak penting yang penting kamu sudah siuman!” ucap Nenek-nya yang langsung berdiri memanggil Dokter, tak lama kemudian Dokter dan beberapa saat kemudian Dokter beserta seorang suster datang untuk meihat keadaan Billy.

“Assalammuaikum” ucap Nenenk-nya ketika menelfon om Dody.

“Waalaikum salam Ada apa Ma?” tanya om Dody, dengan nada sedikit serius.

“Billy-nya sudah siuman, sepulang kerja kamu langsung kesini yah?” tanya nenek dengan wajah yang sangat gembira.

“Alhamdullilah! Syukur-lah ma!” ucap om Dody dari seberang, “sepulang kerja nanti Dody langsung ke rumah sakit, sekalian Dody beliin makanan kesukaannya Billy!”

Sudah lima belas hari Billy di rumah sakit, sedangkan Willy sudah pulang kerumah sejak dua hari yang lalu. Rasanya Billo tidak ingin pulang kerumah, dia ingin tinggal lebih lama lagi di rumah sakit. Setelah Billy keluar dari rumah sakit, Rino meminta Nenek-nya untuk selama dia sakit, dia tinggal dirumah Nenek-nya bersama dengan om Dody. Kedua orang yang telah menyayanginyapun menyetujui ha itu, mereka sepakat akan merawat Billy hingga sembuh.

“makasih ya Nek Om! Udah mau ngerawat aku!” ucap Billy sambil berbaring di sebuah kamar tamu di rumah itu.

“iya sama-sama, kamu tenang saja Bil! Om sudah menganggap kamu seperti anak Om sendiri kok!” ucap Om Dody kepada Billy.

“iya, kamu cucu nenek, sudah selayaknya donk nenek merawat kamu!” ucap Nenek sambil menghusap-husap kepala cucunya.

Beberapa hari kemudian, Billy sudah benar-benar pulih dia kembali kerumah papanya atas suruhan dari nenek dan om-nya. Awalnya Billy tidak mau tapi berkat desakan dari Nenek dan om Dody akhirnya Billy menurut dengan perkataan dari kedua orang yang sangat mencintainya. Setiap kali Billy disakiti oleh kakaknya, dia selalu mengadu pada nenek dan omnya namun nihil hasilnya dia hanya disuruh bersabar dan kembali pulang kerumah papa-nya. Billy jenuh mengadu, sampai akhirnya Billy membiarkan kelakuan kakaknya kepadanya. Dia tidak pernah menghiraukan lagi, mereka menginjak-injak, menghina, mencaci atau bahkan apapun itu dia hanya membalasnya dengan diam.

Semua orang sudah benci dengan Billy karena beranggapan bahwa Billy tidak memiliki hati nurani untuk menolong saudara kembarnya sendiri. Rasanya hancur, rasanya ingin mati saja, namun Billy masih ingin hidup. Billy kehilangan pegangan-nya, Billy tidak memiliki teman cerita lagi. Dia kehilangan segalanya, kakak, teman, papa, semuanya. Segalanya milik Willy, bahkan orang beranggapan bahwa hanya ada Willy dan tidak akan pernah ada Billy. Mereka hanya mendengar dari pihak Reno saja, sementara Billy hanya bisa diam sambil menunggu keajaiban datang.

Sekarang willy dan Billy duduk di bangku kelas dua belas, mereka sebentar lagi akan lulus sekolah, dan Billy berniat untuk mencari Beasiswa ke tempat yang jauh sehingga tak satu orangpun menemukannya. Tak satu orangpun bisa menjumpainya, tapi dia harus mendapat informasi dari mana tentang beasiswanya. Kalau dia cerita dengan nenek atau om-nya pasti jawabannya lagi-lagi sama. “kembalilah kerumah ayah mu! Jangan pergi jauh-jauh dari sana!” sekarang Billy hanya dekat dengan Oka, teman beda sekolahnya. Namun dengan kehidupan yang sederhananya Oka setelah tamat SMK kemaren, Oka langsung memilih kerja disebuah perusahaan yang sesuai dengan kerjaannya sebagi teknik elektro.

“kenapa kamu, tumben main kesini!” ucap Oka, ketika Billy menemuinya dirumah yang kecil namun sederhana.

“aku sedang ingin saja, lagi pula aku juga ingin cerita banyak nih sama kamu!” ucap Billy dengan nada sedikit mau, Oka siap mendengarkan setiap cerita dari temannya yang telah ia anggap sebagai adiknya sendiri.

Waktu berjalan begitu cepat membawa anak kembar itu tumbuh menjadi seorang pemuda yang gagah, dan mereka juga sudah meninggalkan masa-masa sekolah. Sekarang mereka hanya tinggal melanjutkan kuliah. Billy akhirnya memutuskan untuk menghilang dari keluarga-nya, dia sudah tidak tahan dengan perlakuan dari semua keluarganya. Entah pergi kemana Billy, tak ada satu orangpun yang tahu. Bahkan kakak-kakak dan papanya sendiri tidak mau mencari Billy, bahkan mereka lebih senang karena kehidupan mereka sudah tidak ada Billy lagi.

“kemana Billy, kalian usir?” Nenek dengan nada yang sedikit meninggi.

“kita nggak ada ngusir kok nek!” ucap Rendy dengan nada ketakutan.

“aku Cuma bilang kalau dia sudah tidak layak tinggal ditempat ini!” ucap Randy dengan nada yang sangat berani, “lagian buat apa dia disini, toh nggak ada gunanya!”

“kalian ini, asal kalian tahu ya! Yang menolong Willy itu Billy!” ucap Om Dody menimpali percakapan mereka.

“ehm, yang benar saja, mana mungkin anak seperti itu mau menolong Willy!” ucap Restu pada omnya dengan nada melecehkan.

“buat apa om bohong, asal kalian tahu meskipun Billy itu cuek! Selalu kalian marah, tapi didalam hatinya masih tersimpan kasih sayang yang besar untuk untuk kalian.” Ucap Omanya, tiba-tiba papa mereka datang bersama dengan mama tiri mereka. Sebenarnya papa mereka sempat mendengar penuturan dari Om Dody tentang Billy menolong Willy.

“apa maksud mu dod?” tanya Papa mereka dengan nada yang penasaran.

“mas, Rino kemana?” tanya om Dody sambil berdiri terkejut mendengar suara abangnya.

“aku tanya apa maksud mu berbicara bahwa sebenarnya yang menolong Willy itu sebenarnya Billy!” ucap Papa mereka langsung duduk dan diikuti pula dengan om Dody.

“iya mas, sekarang aku kebingungan mencari Billy! Dengan kondisinya yang seperti itu tidak mungkin dia tinggal sendirian!” ucap om Dody dengan jujur kepada abangnya, sementara Nenek hanya terdiam. Dia telah kehabisan kata-kata untuk melarang anaknya tidak berbicara yang sebenarnya kepada semua keluarga Billy.

“apa peduli Randy dengan masalah ini!” ucap Randy langsung pergi meninggalkan keluarganya menuju rumah sakit dimana dia bekerja, Randy telah resmi menjadi seorang dokter sementara Rendy masih melanjutkan kuliahnya di bidang art yang tidak pernah lulus dan selalu gagal itu. Restu sekarang telah menjadi seorang pembisnis, sementara Billy mengambil jurusan yang sama dengan Randy.

Semenjak kejadian itu, papanya sibuk mencari Billy, tak di perdulikan lagi keempat anaknya. Papanya sangat merasa bersalah terhadap tingkahnya selama ini, rasanya tidak percaya sebenarnya dengan ucapan om Dody dan nenek, tapi karena nenek juga menunjukan surat persetujuan dari rumah sakit. Bahkan papanya sempat bertemu dengan Oka secara kebetulan.

“dek pernah liat anak ini!” ucap Papanya sambil memperlihatkan foto Billy.

“inikan Billy pak!” ucap Oka dengan nada sedikit terkejut, ‘ada apa dengan Billy?’ batin Oka-pun bertanya dengan sendirinya, perasaan Oka semakin tidak enak.

“adek kenal dengan Billy?” tanya Papanya penuh harap kalau dia tahu keberadaan Billy.

“ehm, kenal sih pak! Tapi semenjak kelulusan SMK-nya dia tidak pernah lagi bertemu saya! Terakhir katanya mau mencari beasiswa!” ucap Oka memberitahukan apa yang terjadi sebelum kepergian Billy.

“ouh terima kasih ya dek, kalau kamu bertemu dengan Billy tolong hubungi saya kenomor ini ya!” ucap papa Billy penuh harap, sambil memberikan kartu nama-nya.

“baik pak! Akan saya bantu untuk mencari Billy!” ucap Oka dengan nada yang ramah, serta santun. Sudah hampir satu bulan papa mencari Billy, tapi tak kunjung bertemu Billy bagai ditelan bumi dia tidak lagi terlihat ataupun diketahui. Mungkin dia pergi keluar negri atau yang lebih buruknya lagi mungkin dia telah meninggal, sesaat pikiran itu keluar dari mulut papanya.

Saking seringnya papa mereka mencari Billy, dia tidak menghiraukan kerjaan serta kondisi badannya. Dalam hatinya penuh sesal atas perbuatan-nya dengan Billy, sementara kondisi badannya semakin memburuk, dalam hatinya penuh sesal, mungkin Billy tidak akan memaafkannya. Sementara kakak-kakak Billy tidak mau menolong papanya untuk mencari keberadaan Billy, mereka asyik dengan kegiatan masing-masing.

Hari itu, hal menyedihkan terjadi papa-mereka meninggal dunia. Akibat penyakitnya yang semakin parah, dalam kematiannya dia masih menyesal karena belum sempat meminta maaf dengan anaknya Billy, bahkan Billy -pun tidak tahu atas kematian dari papanya. Kakak-kakaknya hidup dengan kemewahan yang ditinggalkan ayahnya, sementara mama tiri mereka pergi meninggalkan mereka. tanpa tahu bagai mana caranya untuk memutar uang dan warisan dari ayahnya. Di dunia belahan lain, di sebuah negar penuh kuasa dan maju, bukan sekedar berkembang. Seorang anak Indonesia berhasil meraih cita-citanya, yah ternyata Billy telah mendapatkan apa yang ia inginkan bukan sekedar bea siswa bahkan pekerjaan. Tapi tak satu haripun dia melupakan keluarganya, dia hanya tidak ingi mendekat lagi dengan keluarganya.

“Billy, I see you never go home to Indonesian, really it way?” tanya Carlos, temannya dari Belanda yang satu kerjaan dengannya. Sekarang dia tingga di Amerika, berkerja di sebuah perusahaan teknologi dan dipercaya untuk menjadi seorang direktur.

“ I ony don’t want to leave my work and my responsibility!” ucap Billy dengan santai.

“ You a director in here, not it you can easily go home to Indonesian, strictly for few day maybe!” ucap Carlos sambil menyedot minumannya.

“yeah, maybe! I will try to go home, but iam still am into minds about!” ucap Billy sedikit menyesal.

“why must is into minds about! You have problem with your family, maybe you want story with me!” ucap Carlos menawarkan diri, Carlos adalah rekan kerja Billy, tapi dia masih dibawah Billy, jabatan Carlos tidak setinggi Billy. Tapi Rino tidak pernah memilih-milih teman.

“maybe you won’t understand! I this actually twins, while taht he has disease, and has Kidney transfusion!” ucap Billy akhirnya menceritakan kejadian sebelumnya kejadian itu kepada Carlos.

“you give your kidney to him?” tanya Carlos dengan nada yang sedikit bertanya, dan tidak menyangka kalau temannya mengalami kejadian seperti itu.

“yes, but no that tofu if I give my kidney to him, but just my uncle’s and my grandmother’s that tofu, I what do give my kidney, but father and elder brother not know! they hate me!” ucap Billy sambil mengusap matanya yang hampir menangis. Setelah ngobrol panjang dengan Carlos akhirnya, Rino mau menemui keluarganya di Indonesia.

Hari ini pagi-pagi sekali, Billy akan terbang menuju ke Jakarta dengan jarak yang tidak dekat.sekitar dua belas jam lagi Billy akan sampai di Indonesia. Billy masih berharap setelah kepulangannya papanya bakalan mau menerimanya sebagai anak. Setelah melihat dia telah berhasil di negeri orang.

“assalammualaikum!” ucap Billy mengetuk pintu rumah neneknya.

“waalaikum salam siapa ya?” tanya Nenek dari dalam, Billy tidak menjawab, seketika jantungnya berdetak lebih kencang. Dia takut neneknya juga bakalan marah dengan dia.

“Billy kamu kemana aja, kenapa kamu pergi sayang!” ucap Neneknya sambil memeluk cucu kesayangannya.

“maafin Billy nek!” ucap Rino membalas pelukan neneknya, neneknya menceritakan kejadian yang sebenarnya kepada Billy, papanya meninggal karena telah mencari Billy kemana-mana. Billy mendapatkan kabar yang tidak enak, dia pergi menziarahi makam papanya.

“aku tahu papa telah mengakui aku, tapi aku belum sempat mendapat pelukan dari mu, tapi aku sudah beruntung karena kau telah mengakui aku!” ucap Billy dengan nada yang sedikit tertekan dan menangis, untuk pertama kalinya dia menangis “Rino tau papa menyesal, tapi Billy nggak pernah permasalahin Papa, Billy nggak pernah marah sama papa!” ucap Billy. Setelah menziarahi makam keluarganya, Billy mengunjungi rumah papanya. Ternyata yang masih tinggal disana adalah Rendy dan Willy mereka terpaksa putus kuliah karena, kekurangan biaya.

Harta papa mereka habis karena, Restu ditipu oleh rekan kerjanya, setelah berhasil menghabiskan uang papanya Restu pergi meninggalkan kedua adiknya yang maish kuliah. Tanpa ada ketrampilan apapun, bahkan rumah peninggalan papa mereka didepannya telah terpajang RUMAH INI DI JUAL. Billy mencabut papan itu langsung masuk kedalam rumah. dia menemukan kedua kakaknya sedang menikmati makan siang dengan mie instan yang satu di bagi dua. Kemana Restu dan Randy, mereka telah hidup bahagia dengan kehidupan masing-masing dan melupakan Rendy dan Willy.

“apa-apaan kalian makannya!” ucap Billy langsung membuang makanan yang belum sempat dimakan oleh Rendy dan Willy, bahkan didalam rumah itu tidak ada lagi barang-barang, semua sudah di jual oleh Restu, bahkan Rendy sendiri sempat menjualnya karena mereka kekurangan uang. “kalian nggak boleh makan kayak gini! Kalian juga nggak boleh menjual rumah papa!” ucap Billy.

“tapi kami sudah tidak memiliki uang No, aku aja terpaksa berhenti kuliah!” ucap Willy berkata jujur dengan adiknya.

“kemana kak Restu dan kak Randy!” ucap Billy sembari duduk dikursi meja makan yang tersisa.

“mereka sudah menghilang, Randy telah menjadi seorang dokter dengan gaji yang tinggi! Kak Restu setelah berhasil membuat hancur lebur warisan Papa dia pergi meninggalkan kami!” ucap Rendy kepada adiknya.

“terus untuk makan kalian sehari-hari bagaimana?” tanya Billy.

“terkadang kakak pergi mengamen!” ucap Rendy, serasa tertampar Billy, kenapa dia tidak datang lebih awal dari kejadian ini.

“kita ubah dari awal lagi mau tidak! Kita buat rumah papa menjadi seperti dulu! Dan kita buat usaha untuk kita!” ucap Billy menawarkan, lantar kedua kakaknya saling bertatapan.

“apa kita sanggup, mungkinkah, kita menggandai rumah ini?” tanya Willy dengan tatapan tidak percaya diri.

“kalau rumah ini digadai, memangnya cukup untuk membuat rumah ini seperti dahulu, dan membuat usaha!” ucap Rendy yang ikut kurang percaya diri pula.

“aku yang akan membiayai semua! Dengan gajiku yang lumayan!” ucap Billy tersenyum sembari menyemangatkan kedua kakaknya.

“emangnya kau kerja apa, dan selama ini kau kemana? papa mencari mu tak kunjung ketemu!” ucap Rendy sambil meneguk air putih.

“bukan tidak ketemu, papa hanya mencariku di Indonesia, sedangkan aku sekolah di Amerika! Dan sekarang kerjaku lumayan, aku dipercaya untuk menjadi seorang direktur di sebuah perusahaan teknologi, di Amerika!” ucap Billy.

“maafkan kami yah! Kami telah menyalahkanmu selama ini!” ucap Rendy, dengan ikhlas Rino memberi maaf kepada kakaknya. Saat ini Rendy dan Willy kembali kuliah dan mengelola bisnis yang telah mereka buat bersama dengan Billy, tapi sayang Billy memilih tetap tinggal di Amerika ketimbang bersama kedua kakaknya. Tapi Billy telah berjanji bahwa dia akan selalu datang ke Indonesia.

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO