Minggu, 26 Juni 2011

Yang Baru Ajj deh



Aku adalah siswa kelas 2 smk dan tahun ini akan menginjakkan kaki dikelas 3. Aku berharap bisa naik kelas sih. Tapi kali ini aku takkan bercerita tentang matapelajaran atau proses belajar, aku dan teman-temanku disekolah. Tapi aku mencoba untuk bercerita tentang perjalanan pergaulan, percintaan dan persahabatan yang terangkum dalam sekolah ku ini. Mungkin cerita ini terbagi atas dua cerita, bisa dibilang kehidupan nyata dan bisa dibilang juga sebagai kehidupan yang taknyata.
Sekolahku terdiri dari berbagai macam suku kebudayaan ada yang dari pulaujawa, Sumatra dan aku rasa dari seluruh pulau Indonesia ada disekolahku, walaupun aku juga tidak tahu siapa-siapa aja yang termaksud dalam daerah-daerah yang aku jelaskan tadi. Tapi walaupun kami berbeda daerah, berbeda agama, tapi kami tetap sebagai seorang anak bangsa yang mempunyai satu kesatuan. Aku sendiri berasal dari pulau jawa. Dan aku sendiri mempunyai gank, disekolah aku, pasti ada yang mempunyai gank atau nggak mereka semua berkubu.
Seminggu setelah ujian biasanya aku dan teman-temanku melakukan aktivitas yang tidak biasa kami lakukan. Kami mengejar-ngejar nilai yang menurut para guru kurang, dan jika tidak kami hanya duduk meratapi pemandangan yang dimana anak-anak duduk berkumpul dan saling bergosip ria, sedangkan anak laki-lakinya sibuk bercerita tentang Ps lah, atau game online yang sedang berkembang. Kalau mereka sudah bercerita tentang itu, tak ada anak cewek yang bisa ikut nimbrung sama dia.
Tapi kalau yang cewek-ceweknya nggak usah heran deh, kayak ibu-ibu ngegosip di gang-gang sempit disebuah perumahan. Termaksud juga dengan aku, terkadang aku juga sering ikut terlarut dengan gosip-gosip yang semula mereka lontarkan. Aku juga sebagai anak-anak remaja yang juga sempat terlarut dalam perkelahian antar teman, tapi biasanya aku lebih suka sebagai penengah atau pergi meninggalkan pertikaian mulut yang sering terjadi diantara kami.
Persahabatan emang nggak bisa dipisahin dari adu mulut dan saling bertengkar, begitu pula yang terjadi pada diriku, dan kedua sahabatku sekarang. Terkadang kami saling diam, tidak bertengkar. Dan pada akhirnya salah satu dari kami saling minta maaf, walaupun bukan salah siapa-siapa. Ada persahabatan, ada juga permusuhan, dan ada juga yang namanya saling iri, ketika aku berhasil membina persahabatan dengan kedua orang sahabatku itu yang bernama Lili dan Refi. Dan semenjak itu pula kubu-kubu mulai bermunculan, mulai dari kubu cewek-cewek suka dandan, pake jilbab semua, anak-anak pintar, dan mungkin anak-anak yang tercampakkan.
“Vi, udah denger cerita belum?” seru Lili sambil memainkan hpnya yang emang sejak dari dulu dia selalu akrab dengan hpnya.
“emangnya apaan?” Tanyaku dengan nada yang penasaran, sebelumnya aku perkenalkan nama ku, namaku adalah Vivi, aku sering dipanggil Pipi ketimbang Vivi emang sejak SD selalu begitu.
“itu anak kelas sebelah dikeluarkan!” ucap Refi teman ku yang beda agama denganku, meskipun begitu kami selalu memaklumi. Tak pernah kami bertengkar masalah agama.
“alah, udah! Kirain ada berita apaan eh, berita kayak gitu malah disiar-siarin! Biarin aja lah bukan urusan kita juga kan!” ucapku dengan nada yang datar, sambil memainkan hpku yang nggk seberapa itu. Tiba-tiba salah satu teman kami datang menghampiri kami dengan seribu celotehannya. Dari gank kami sendiri menyebutnya sebagai Racun. Disini ngomongnya lain dan disana ngomongnya nggak jelas, kalau disatukan dengan kenyataan super jauh berbeda.
“berrrr, gila tu si Anggia masa bilangin mulut lebar!” seru Wina sambil sembarang duduk di tempat duduk kami bertiga.
“emang iya kali!” seruku dengan nada yang tidak terdengar sambil memainkan hpku. Sentak si Lili menyenggolku, karena takut dia merasa tersindir.
“nggak elo marahin tu?” tanya Refi sambil memainkan rambutnya yang super panjang dan terurai, sedangkan aku dan Lili pakai Jilbab karena memang udah ditakdirkan oleh tuhan kami memakai jilbab, tapi itulah yang membuat kami beda.
“gimana gue mau marah! Mereka ramai-ramai, ih tapi kenapa si mereka suka banget nyindir gue?” tanya nya, dalam hatiku hanya dapat berkata ‘ehm, elo si nggak pernah ngaca diri elo’. Tapi kali ini aku hanya dapat diam aja, karena aku takut salah ngomong, ntar malah berabe lagi.
“udah lah, sabar aja Win! Eh, liburan kali ini mau kemana nih, kita sekelas?” tanya Lili dengan nada yang super ramah, nggak sama tuh didalam hatinya jelas-jelas dia benci banget sama yang namanya Racun, kayak aku nggak tau aja.
“ehm, nggak mau ah! Aku rencana nya mau pulang ke Bandung, jadi aku nggak ikutan!” seru Wina dengan sombongnya, ‘what racun go to bandung? Emangnya dia punya uang apa untuk kebandung’ ucapku dengan enteng, tapi didalam hati aja.
“ouh, aku juga rencana nya mau kebandung, sambil ngunjungi Trans Studio yang baru di buka itutuh!” ucap Lili, sambil memasukan Hpnya kedalam saku baju uniformnya.
“ouh, gimana kalau kita bareng-bareng aja kesana?” tanya Wina sok iya banget dia mau dateng kebandung, kalau sampai nggak aja awas dia, gue tonjokin kepalanya.
“ehm, bole! Ntar lo bilang gue ya kalau udah mau berangkat!” ucap Lili mengiyakan ajakan Racun, gila tu orang mau aja pergi ama racun anak paling norak, pacaran aja cari anak orang kaya. Mungkin dia bisa kebandung minta bayarin cowoknya kali.
“ok deh, heh pi elo mau liburan kemana?” tanya Wina dengan nada yang sedikit keramahan. Bagiku aku tidak akan menganggapnya ramah, karena dia tidak pernah suka dengan ku juga, karena aku tau kalau dia dekat dengan ku karena ada maunya aja.
“pulau seribu! Gue kan nggak mampu, mau ke Bandung atau ke bali!” seru aku dengan tampang yang sengaja aku rendahkan, padahal aku cerita pada Lili dan Refi mau liburan ke amerika atau nggak kebali.
“ouh, iya jelas lah elo kan emang anak orang miskin pi, nggak sebanding dengan gue!” ucap dia, kurang ajar, gila dia masa gue dibilang nggak mampu anak orang miskin, bapaknya tukang sedok pasir di toko matrial dan nyokapnya hanya pembantu rumah tangga kacangan aja sok banget bilangin aku anak orang miskin, kalau nggak mengingat bermasalahan udah aku tampar dia bolak balik, sedangkan tangan Refi dari belakang mengelus-elus badan ku dari belakang tanda bahwa aku harus menahan kemarahanku.
“iya, nggak kayak elo berduit ya, apa lagi Refi dia rencananya mau kehongkong!” seru aku dengan nada yang sedang aku tahan kemarahanku. Tiba-tiba aku pergi, saking nggak tahannya melihat muka si Racun yang kurang ajar, dan minta di cincang-cincang. Aku nggak tahu kelanjutannya, yang jelas Refi dan Lili ikut aku pergi juga menuju tempat teman-teman yang lain. Ingin rasanya aku ngomong dimikropon. “eh teman-teman, yang namanya Wina itu munafik, muka mirip orang 32 tahun, sok kaya dan matrenya kelewatan! Beranggapan bahwa dirinya mirip banget sama nabila syakib!” kira-kira seperti itu, tapi aku nggak cukup berani untuk itu, aku nggak mau gara-gara itu aja point ku menanjak tiga puluh dan terpaksa aku cari sekolah baru untuk melanjutkan masa depanku. Otomatis mama-papaku bakal pindahin aku ke amerika atau landon untuk melanjutkan sekolah disana, dan mereka takkan kasi aku balik ke Indonesia lagi.
“kenapa lo pi?” tanya Bimo sambil memasukan buku catatan yang dibagikan oleh ketua kelas.
“nggak kenapa-napa! Gue males aja liat Wina, tiba-tiba ikutan nimbruk ama gue!” seruku dengan nada yang sedikit kesal, aku kalau udah kesal bisa-bisa orang yang nggak tau apa-apa juga bisa kena semprot ama aku.
“ouh tentang dia, ah elo masa nggak tau dia itu gimana! She is a stupid girl!” seru Bimo sambil menenangkan pemikiranku. Aku mulai bingung dengan perkataan Bimo.
“gue tau, Cuma males aja liat dia bilang ke gue, Lilia ma Refi kalau mau liburan ke bandung!” seru aku dengan nada yang sama sekali tidak berminat untuk melakukan apapun, bahkan aku abaikan hp ku yang berdering di saku bajuku.
“okey, dia itu matre plus murahan lagi!” seru Bimo sambil melakukan hal yang tidak penting bagi ku.
“gue tau kok, menurut informasi yang gue dapet, dia itu munafik! Misalkan ngomong sama gue begini, pasti ntar ngomong ama elo begitu! Gila tu orang ..” ucapku kali ini aku hanya meratapi Bimo berkata, sedangkan Bimo hanya menunduk, entah apa yang dia pikirkan sehingga dia menundukkan kepalanya.
“hahaha, udah hampir tiga tahun bahkan udah tiga tahun gue ama dia itu satu kelas, jadi maklum kalau dia bisa gue baca! N perlu elo tahu ya dia itu dari Junior school nggak pernah dia disukai sama anak-anak satu sekolahan!” seru Bimo, menjelaskan semua prilaku si Wina, nggak perlu Bimo kasih tahu, aku udah bisa baca dia itu bagai mana.
“ya udah lah, gue nggak mau ngebahas dia emangnya dia siapa? Sodara bukan tetangga bukan, temen apa lagi!” seru ku dengan nada jutek sedangkan Bimo hanya tersenyum lebar, aku curiga kalau Bimo juga salah satu cowok yang pernah tertipu dengan tampang kepolosannya, polos? Masa iya si polos, buka blesek kayak gitu dibilang polos, siapa sih yang bilang dia mirip Nabila syakib. Masi normalkah matanya, apa matanya sudah pindah ke kaki sehingga dia bisa bilang kalau Racun itu 11-12 ama Nabila syakib.
Saat ini aku berjalan menuju koridor sekolah, menelusuri kelas-kelas yang ramai banget. Semua anak tidak memiliki aktivitas lagi, baru aku dapat berita kalau sebenarnya Racun nggak jadi kebandung, katanya Bokapnya ngajak ke Bogor aja, karena ada satu hal yang penting mengharuskan keluarganya Lari kebogor. Tapi ya sudahlah buat apa juga di bahas-bahas racun sih. Selain permasalahan racun yang terkadang membuat aku jengkel, ada lagi permasalah percintaan teman-temanku yang entah gimana.
Yang satu jelas-jelas udah diselingkuhin masi juga tetap bertahan dengan cowoknya mengucap seribu janji, “aku nggak bakal ngelakuinnya lagi, aku janji bakal berubah, aku minta maaf, aku nggak sengaja, n the bla-bla!” bagi aku itu mah busyit, nggak ada cinta seperti itu. Ada juga yang janji pada teman-temannya, “aku nggak bakal jadian lagi padanya, aku nggak bakal mau turutin kata-kata dia n the bla-bla!” tapi seperti biasa pula kembali lagi dengan pacarnya dan siap untuk disakitkan hatinya. Lalu datang ke kami bertiga curhat sambil menangis-nangis, dan ada satu lagi yaitu, “aku masih sayang dengan dia, tapi kenapa dia bilang dunia kita itu berbeda dan kita tak ditakdirkan hidup bersama” ucap nya, terkadang pusing aku dengarnya.
Aku hanya bisa mendengarkan dan takkan aku kasi komen-komen untuk mereka yang curhat pada kami bertiga. Dari mereka semua dengan expresi yang berbeda-beda, ada yang nangis-nangis, marah-marah, sampai yang ceritanya sambil menahan tangis. Gila syukur aja aku nggak pernah pacaran, dan aku nggak bakal mau pacaran dulu sampai batas waktu yang aku tentukan.
“li,pi,fi! Gue nggak bisa terima perlakuan dia kayak gitu kegue!” ucap temenku dengan nama Geni, gila baru di certain tadi eh rupanya udah ada yang ngantri curhat sama aku dan kedua temanku. Lagi-lagi kami digangguin orang nggak penting, mana tadi yang ganguin si Racun sekarang Prety.
“kenapa Josi mutusin elo?” tanya Refi yang sedikit banyaknya tau tentang cinta. Tapi sebenernya dari kami bertiga yang nggak tau cinta itu Cuma aku, aku sih tau yang namanya cinta. Yang aku tahu hanya cinta kepada kedua orang tua, tuhan, keluarga dan teman-teman nggak lebih, untuk seorang pacar huft nggak banget deh.
“iya, dia bilang dia nggak tahan, aku tanya kenapa dia nggak bilang apa-apa!” ucap Geni, aku memanggil Geni dengan sebutan Prety karena bagiku dia mirip banget ama Prety.
“hemm, udah sabar aja la ni, hidupkan nggak sama dia aja masih banyak cowok yang lain ni!” ucapku dengan nada yang datar dan ikut-ikutan sok sedih teman satu kelas lagi broken heart. Lili sendiri aja memilih diam dari pada kasi solusi ke Geni, mungkin karena Lili udah tau banyak tentang kepribadiannya Josi bukan karena dia pernah pacaran. Bahkan selama umur nya ini dia baru sekali pacaran.
“ih, gila ya kurang apa lagi aku! Apa dia punya cewek baru ya?” tanya Geni dengan nada yang super duper berteriak, setres saat ini dia sedang berada disebelahku dan otomatis nya telingaku duluan yang mendengar suara cemprengnya yang nggak tersaring dulu.
“udah la, kan keputusan dia !” ucap Lili akhirnya bersuara, tadi racun sekarang Prety sebentar lagi siapa? Emannya kami terima konsultasi curhat apa?. Gila nggak ada yang bener nih temen-temenku, siapa yang nggak tersinggung kalau pacaran yang keluar uang ceweknya. Ehm, entah lah tapi kalau menurut ku kapan lagikan ada cewek yang mau bayarin kita hehehe aku itu emang suka berhemat, dan kalau ada yang bayarin ehm paling seneng lagi.
Untuk hari ini konsultasi selesai disini, aku, Lili, Refi menghelakan nafas panjang. Setelah pulang sekolah berlangsung kami sering ngebahas mereka-mereka yang selalu aja ada masalah, sebesar apapun masalahku aku tak pernah mau ambil pusing disekolah. Karena bagiku masalah pribadi diluar sekolah nggak perlu dibawa-bawa. Waktu terus berjalan, rasanya aku tak pengen ada ujian semester, karena percuma saja nilai-nilai anak yang tinggi semuanya menyontek, gila yang jujur malah terpelosok jauh direngking terbawah, tapi kalau yang nyontek, menanjak hingga masuk the big ten.
Hari ini, apa lagi untuk pagi ini aku dan kedua orang temanku yang seperti biasa. Berbincang-bincang dengan Josi mantan Prety. Aku menanyakan kenapa dia bisa putus dengan Prety. Itu semua karena dia merasa tidak nyaman lagi berhubungan dengan Prety, malang nya nasib Prety bisa-bisanya dia kurus mendadak tuh. Kata sahabat-sahabatnya sih, dia nggak mau makan tidur nggak tenang. Aku sih nggak percaya, buktinya aja dia nggak kurus. Paling nggak sekurus Refi lah, dan kalau dia proses penurunan badannya berhasil gue bakal ngurusin badan dengan cara kayak gitu ah, putus cinta.
“gila mereka-mereka ini gue aja yang putus nyambung- putus nyambung nggak ada tuh bersikap sok kehilangan pacar, emangnya pacar tu suami apa, berjodoh aja belum tentu!” ucap Lili yang kelihatannya sedikit kesal ternyata bukan gue aja yang kesal, dia juga rupanya dan Refi nggak bakalan kesal karena aku tahu dia itu orangnya perasa, nggak kayak aku dan Lili. Nggak mudah terharu.
“iya-iya, gue si emang belum pacaran sih, Cuma sedikit banyaknya tau la perjalanan cinta tu gimana?” seru Aku memberikan nada datar dan tak bersemangat.
“eh, si Racun katanya nggak jadi kebandung tau dia mau ke bogor tempat saudaranya!” ucap Refi sambil mengeluarkan hpnya, ehm..ehm… apa yang ada dipikiran si Racun sih.
“beneran lo Fi? Nggak bohong kan elo?” tanya Lili, ehm, Lili berani nggak ya kalau ngelabrak si Racun pembawa berita itu.
“ehm, ngapain juga gue cerita yang nggak bener! Nggak ada utungnya kali buat gue!” ucap Refi kemudian aku cukup tahu lah siapa sih Racun itu, namanya juga Racun dia bilang gue nggak Kaya nggak Tajir, yang ada dia mau liburan di bandung aja di batalin sama dia, sementara aku liburan ke pulau seribu, tapi setelah aku pulang dari bali, dan langsung menuju pulau seribu untuk berlibur bareng Lili dan Refi.
Beberapa hari kemudian aku memanggil si Racun untuk aku dan kedua temanku sidang. Abis kami bertiga nggak tahan dengan prilaku dia yang sok tahu dan tidak ada kebenarannya itu. Semua orang curhatnya kekami tentang si Racun yang pembohong besar.
“Win, elo jujur sama kita, ngomong apa elo dibelakang kita!” seruku dengan nada tenang. Bisa aku bayang kan kalau dia mulai mengilah.
“ngomong apa, aku nggak ngomong apa-apa kok!” ucapnya sambil menundukan kepalanya.
“mulut pedas, tidak kosisten, dan si Hongkong tak sadar diri! Maksud elo apa?” tanya Lili kemudian, gila si Lili menghafal Julukan dari Racun buat kami bertiga.
“aku nggak ada bilang kayak gitu ke elo!” ucap Racun yang masih berkilah terus.
“udah bilang aja iya kenapa sih! Makanya elo itu jangan sembarangan bicara yang nggak-nggak!” ucap Refi, ternyata Refi bisa marah juga.
“kalian ini, jelas-jelas kalian yang salah! Kalian yang sering nyindir-nyindir gue kan?” tanya nya hampir aja dia menangis.
“eh, stress racun kurang ajar, mulut lo itu racun! N ngacak lo, kalau elo nggak mau di sindir, jangan besar mulut! Gue nggak masalah kok kalau gue kehilangan teman macem lo, mulut berracun!” ucapku dengan nada yang menantang dia, tiba-tiba tangannya mendarat ke pipiku tapi nggak berhasil karena di tangkis dulu sam Daniel.
“gila lo ya, elo jangan asal nampar orang kayak gitu! Elo tuh yang salah tante-tante! Gue nggak tau ya kenapa gue bisa benci sama elo! Itu karena elo manfaatin temen gue, bilangnya sakit sampai temen gue kerumah elo bawain makanan, n yang gue benci lagi, elo bohongin temen gue bilang kalau elo itu mau operasi amandel!” ucap Daniel sepertinya belum puas dengan perkataannya “ dan satu hal yang harus elo ketahui, pembohong! Bilangnya Operasi tapi buktinya mana, pake sinar X l.a sinar leser la! Busyit tau nggak!” seru Daniel sambil menempeleng kepala Racun, hmm puas gue liatnya.
“apa yang elo omongin nih!” ucap Racun masih berkilah.
“eh Bro mulut lo itu emang mulut racun ya gue negk liat elo! Puaskan elo buat sahabat gue keluar dari sekolah dan mutusin elo karena dia udah jatuh miskin!” ucap Daniel kemuadian.
Setelah kejadian itu, si Racun nggak nongol-nongol kesekolah, karena semenjak kejadian itu dia nggak berani lagi berada disekolah, karena hampir semua anak sekolahku tau perbuatannya. Dan ternyata dia lebih memilih pindah sekolah ketimbang masih berada disana. Semenjak Daniel nolong aku waktu aku mau ditampar sam si Racun sok jujur itu, aku dan kedua temanku mulai akrab dengannya bahkan dia udah resmi dilantik sebagai salah-satu anggota gank kami. Dan mulai hari ini nggak ada lagi yang namanya Racun disini.

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO

Jumat, 10 Juni 2011

Seperti Aku Seperti diriku

Biarkan kata-kata ini mengalir sendiri sehingga membiarkan dia untuk berekseperimen merangkum dan melihat alam sekitar. Terduduk seorang anak yang suka baca dan menulis cerita disebuah tangga dekat dengan sebuah gedung. Mata nya sibuk melirik-lirik sesutu yang belum pasti dan jelas, semua orang menatapnya dengan kebingungan. Apa yang dia fikirkan? Semua orang bertanya dengan hal yang sama. Sedangkan tangan si penulis sibuk mengalirkan kata-kata, dari fikiran dan fikirannya terbang melayang ke dunia hayalan.
Anak itu benar-benar kebingungan apakah dia masih normal ataukah dia sudah tidak bisa berfikir alias gila. Sedih melihat anak itu yang tiba-tiba mengeluarkan air matanya dan menunduk, orang-orang masih pada bertanya-tanya, ada apa dengannya? Dia seperti seorang anak kecil yang kehilangan binatang peliharaannya. Tapi dibalik itu hanya dia yang tahu, hanya dia yang bisa menjawab pertanyaan itu. “kenpa harus aku?”Batinnya, tampaknya batinnya sakit dengan apa yang terjadi pada dirinya, mungkin orang lain tak pernah merasakan.
Dia berdiri lalu berjalan dengan langkah gontai tak bersemangat, dia hapus air matanya yang jatuh tadi. Dia tak cukup berani mengangkat kepalanya setelah apa yang terjadi padanya. Mungkin baginya dunia sepi dan hanya dia seorang yang berada didalamnya mungkin itu lebih baik. Dia menulis sebuah cerpen yang berjudul “sebuah Dunia kecil hanya untuk aku yang slalu tebuang dan tercampakkan” . tangan si penulis berhenti sebentar, selayaknya memikirkan kata apa selanjutnya, tapi tangannya masih ingin mengetik-ngetik keyboard laptop.
Adakah yang ingin tahu ceritanya
Ini dia kisahnya “Sebuah Dunia Kecil Hanya untuk aku yang selalu terbuang dan tercampakkan”

Mungkin ini sebuah kisah dongeng, menurut judulnya itu ketahuan. Tapi ini bukan dongeng juga bukan cerita nyata dari aku, ini lah sebuah cerita yang hanya bisa aku tulis lewat cerita yang hanya sebuah cerita pendek, yang entah hendak dibaca orang ataukah tidak. Aku terlalu takut, jatuh dan gagal. Tapi dikehidupan ku sekarang aja aku udah gagal. Aku udah cukup terjatuh, tapi apakah tuhan akan senang melihat aku seperti ini.
Sebuah kamar kecil yang aku bilang dunia kecil, hanya aku dan tuhan tentunya yang tahu. Akulah manusia yang tak pandai bersyukur yang tak pandai rasakan kebahagiaan yang tuhan beri. Percakapan? Mungkin tak ada di cerpen ini, aku tidak memiliki banyak teman. Aku emang tidak home schooling tapi aku juga sekolah disekolah Negri.
“hey, Kok Elo nggak kayak kemaren sih! Suka beranda!” seru Nikita temenku yang duduk disebelah ku. Sebelum itu nama ku Lita. Aku hanya terdiam, aku tak menjawab aku tak cukup berani untuk mengatakan sesuatu.
Yap, dulu aku itu seorang anak yang ceria dan paling suka bercanda dan suka berkawan, tapi karena satu hal yang susah buat aku ungkapkan disini, tapi aku akan mengungkapkannya dengan pelan-pelan dan bakal kalian pehami.
Kembali kemasa lalu ketika aku masih sangat senang untuk begaul, berteman dan aku masih diterima dipergaulanku. Tapi aku tak cukup tahu kenapa orang-orang satu per satu menjauhi aku, aku memaki fisikku, aku memaki sifatku, dan hampir saja aku memaki sang pencipta. Tapi aku sadar kenapa sang pencipta masih berbaik hati untuk membiarkan aku hidup dan belajar dari alam, belajar dari apa yang seharusnya tidak orang lain ketahui. Setiap orang pasti pernah merasakan ujian berat.
Tapi ini sangat berat bagi ku, sebab aku seorang anak dari keluarga miskin, yang tak punya apa-apa, aku bercita-cita jadi seorang penulis dan aku ingin bercarita lewat ceritaku, tapi malang nasibku, aku ingin mengekspos Cerpenku dimajalah, tapi mereka ingin yang sudah diketik lewat Komputer, “down” itu yang terjadi samaku saat itu, itu yang membuat aku putus asa. Ketika putus asa, aku mempunyai Ide. Aku utarakan ide itu kepada temenku yang kebetulan saat itu dia adalah seorang anak dari keluarga tajir.
“sory ya, Lit, harusnya elo ngaca sebelum punya cita-cita!” serunya kemudian, betapa tidak mendukungnya teman-temanku, aku sedih- sedih banget mendengar perkataan itu, hampir tak ada orang lain yang bisa aku minta tolong.
“tau nih, jadi penulis! Ngimpi aja elo!” seru temannya yang lain.
“Lita sayang, cari aja elo di rongsokan! Sambil ngais sampah didepan rumah gue ada nggak kompi!” serunya melecehkan aku, sakit rasanya melihat hal seperti itu. Aku hampir saja menangis dengan apa yang dia katakan terhadapku, “apa iya, aku! Hanya pantas sebagai seorang pemulung sampah?” tanya ku dalam hati, mereka-mereka teman-teman yang setiap ada even tertentu salalu saja mendekatiku, dan ketika sudah selsai orang-orang itu menjauh dari aku.
Semenjak itu aku benar-benar menjadi seorang pemulung, untuk mengumpulkan uang, agar aku bisa beli kompi, hari-hari aku lalui dengan sekolah dan memulung, orang tuaku bukan tipe orang tua yang bisa dengan mudah memberikan anak-anaknya jajan, mesti aku anak tunggal. Aku harus sadar diri juga dengan keadaan ayah yang hanya seorang pengantar pos, ibu seorang penjahit amatiran, sebenarnya tak ada yang istimewa dihidupku ini.
Banyak cobaan yang harusnya tak terjadi, yang seharusnya tak pernah terungkap. Tapi aku mencoba mengungkapkan apa yang susah dicerna, namun kalau tak berhasil. Berati aku susah untuk mengatakan apa yang terjadi di hidupku ini. Ceritanya terlalu pahit dan tak layak ditiru. Setelah pulang sekolah ini, aku memulung mengumpulkan plastik-plastik, botol, kerdus dan lain-lainnya biar aku dapat uang dan dapat membeli kompi yang paling jelek saja mungkin aku sudah bersyukur. Banyak hal yang tak pernah aku syukuri dari dunia ini, padahal aku selalu diberi pertolongan olehnya tapi tak satupun aku ucapkan kata syukur.
“lumayan kali ini hasil kamu Lit! Semuanya dua puluh ribu ya lit?” juragan yang selalu mengambil barang-barang hasil mulungku memberikan uang dua puluh ribu, lumayan buat tambah-tambah beli kompi walaupun hanya harga murah.
“yah Alhamdullilah lah mas!” seru ku sambil mengambil uang darinya. Hasil dari sana aku bisa mendapat mengumpulkan uang untuk membeli satu komputer standart yang aku inginkan, biarlah aku malu dulu dari pada nanti aku akan malu-maluin semua keluarga. Sebenarnya Ayah dan Ibuku melarangku untuk bekerja seperti itu. Kami memang keluarga miskin tapi kami tidak miskin hati dan perasaan, kami masih bias membantu norang yang nsedang membutuhkan pertolongan kami.
Hari ini uangku terkumpul lumayan, aku bisa membeli Kompi yang mungkin hanya ppentium satu pada zaman dahulu kala. Tapi hal yang tak terduga terjadi, tetangga sebelah ku anaknya kecelakaan dan perlu biaya daia datang kerumahku dan meminjam uang kepada ibuku, saat itu ibu hanya memegang uang seratus ribu rupiah, karena kesiannya aku dengan anak ibu tetangga akhirnya aku memberikan semua uang yang aku punya kepada ibu-ibu itu. Awalnya ibuku melarang,
“lita jangan kau berikan itu! Itu kan hasil tabungan kau yang akan kau pakai untuk membeli computer!” seru Ibu dengan nada melayunya yang masih lekat di lidahnya, walaupun sebenarnya dia sudah hamper Sembilan belas tahun tinggal dijakarta.
“tapi bu, keselamatan nyawa jaka lebih penting dari pada Komputer itu bu! Aku masih bisa membelinya walaupun sebenarnya aku sangat lelah dengan pekerjaan itu!” seru ku dengan kata yang lumayan bijaksana menurutku, “nyawa tak ada gantinya, sedangkan uang masih bisa dicari dan digantikan bu!”
“ibu bangga dengan mu nak!” seru Ibuku dengan bangganya, akhirnya aku putuskan untuk memberikan uangnya kepada Ibu Jaka. Untuk sementara ini aku tidak akan mengutarakan cita-citaku, biarkan saja dia menari dengan Indah dijagat raya, memang cita-cita besar hanya untuk orang paling besar dan kaya didunia, dan bukan untuk orang selevel dengan ku. Memang banyak cerita orang sukses dan orang kaya berawal dari kemiskinan. Tapi bagi aku aku tidak percaya dengan apapun juga dengan perkataan mereka.
Aku terduduk di dunia kecilku saat ini, yah di sebuah kamar kecil dipemukiman kumuh yang tak mungkin ada orang kaya lalu-lalang. Aku tahu pasti itu, tapi ketika pemilihan pemerintah dalam bentuk apapun juga, hampir setiap hari orang kaya lalu-lalang, aku bukan anak kecil lagi, aku tau kenapa mereka bolak-balik kedaerahku saat itu, mengobral janji, agar bisa naik keatas. Itu hanya sebuah tipuan lama untuk orang-orang disini, dan tidak untuk aku ibu dan ayah, karena kami bertiga dari dulu tidak pernah memilih satu orangpun, karena bagi mereka agar tidak ada kekecewaan dari dasar hati karena pilihan kita salah.
Menurut yang aku pelajari semua yang dipiilih salah, mereka mgobral janji tanpa mengobral bukti. Janji ini lah itulah, tapi sertitik atau secuel tak ada mereka lakukan utnuk perubahan. Aku lebih memilih Negara kamarku ini dimana aku yang jadi Presiden, aku yang jadi wakil-wakilnya, dan semua instansi-instansi terkait didalam Negara, dan yang paling penting lagi adalah aku dapat menjadi apa yang aku inginkan. Aku bisa menjadi seorang penguasa didunia ku sendiri, tanpa ada yang melarangku.
“dia menari-nari diatas sebuah tumpukan sampah yang semakin hari tidak pernah usai….” Panggalan pertama dari cerpenku, setelah tadi aku berhasil mengambil sebuah buku baru dan pena didalam tas sekolahku. Biarkan aku gagal mendapatkan Kompi, tapi tidak aku biarkan Cita-Cita dan harapanku Sirna dengan sekejap mata. Dengan terus berusaha aku jamin aku dapat semua nya, tak ada kata gagal dalam hidupku ini.
Tak pernah aku rasakan waktu berlalu begitu cepat, cepat hingga semua kejadian yang lalupun cepat terlupakan. Dan tak ada sebuah perubahan yang berarti apa-apa, sekitar sebulan yang lalu aku mendapatkan sebuah Laptop dari hasil lombaku mengikuti sebuah even yang sama sekali tak berhubungan dengan dunia tulis menulis, tapi aku tidak pernah kecewa. Dari keiseng-isengan ku aku mendapatkan sebuah Laptop yang tak ku duga. Tapi secara kebetulan juga, terpaksa aku tidak mengikuti lomba menulis atau mengarang didaerahku, itu semua dikarenakan mesti dari perwakilan sekolah sedangkan sekolah tampaknya tidak mau mengikuti aku andil.
Semenjak kejadian aku mendapatkan Laptop hidupku perlahan-lahan ikut naik. Kami sekeluarga perlahan-lahan hidup sederhana, dari sebuah kehidupan dibawah garis kemiskinan menjadi sedikit sederhana. Aku tahu tuhan takkan pernah memberikan hambanya hidup susah selamanya, jika ada usaha tuhan akan memperlancar semua jalan kita.
Kehidupanku dimulai dari sini, ketika aku lulus disebuah sekolah Menengah Kejuruan dengan jurusan Teknik Komputer dan Jaringan tentunya. Aku langsung direkrut bekerja disalah satu perusahaan perfilman di Indonesia, seneng rasanya aku sedikit-demi sedikit mulai mahir dalam sebuah bidang bidang jurusan yang sama sekali belum aku pelajari di sekolah. Tapi aku tak langsung menyerah, berkat karyawan senior yang senantiasa member pengarahan dan lain-lain aku mulai mahir dibidang itu.
Saat ini aku sudah memproduksi hampir lima-enam Novel yang dalam terakhir ini, berproduksi banyak dan laku berat. Memang awalnya takmudah untuk melakukan itu semua, tapi berkat kerja keras dan kemauan yang kuat. Aku sekarang hidup tidak disebuah dunia kecilku yang bisa menerima aku dengan leluasa. Tapi sekarang dikehidupanku yang hampir sempurna ini. Aku sekarang diterima didunia paling besar ini menjadi seorang asisten kepala bidang, dan mmenjadi seorang penulis yang bukunya digemari orang banyak, terimakasih untuk semuanya Tuhan aku hanya sanggup untuk katakana itu saja.
END
Tapi anak itu masih terdiam membisu meratapi kertas-ketas yang ia campak ditangga dekatnya, seseorang mengambil lalu melihat isinya, dia sempat membaca, sebuah cerpen karangannya. Orang tersebut mendekat kearah anak itu.
“hy sobat! Ini punya mu?” Tanya orang itu penuh dengan keramahan, anak itu hanya mengangguk dan tertunduk dia menangis. “ bagus, lebih bagus kalau kau eksposkan tulisan ini ke sebuah Koran ataupun majalah!” usulnya, sentak anak itu mengangkat kepalanya.
“aku telah mencoba, tapi tak ada satupun yang mau!” seru anak itu sambil mengelap tangisnya.
“biarlah aku yang kirim! Toh dibawah nya ada nama kau bukan!” serunya membuka semangat anak itu. Dan hanya sebuah anggukan tanda setuju. Keesokan harinya , dia melihat Cerpennya masuk disebuah Tabloid Remaja, dan dia senang sekali. Kehidupannya yang baru, akan segera dimulai.

Free Template Blogger collection template Hot Deals BERITA_wongANteng SEO